KELAM

Dewi
Chapter #6

Bab 6 Lelaki lain ibu?

“Aku melihatnya, Darma! Apa salahku sampai kau harus melakukan itu?” suara Ibu meninggi, terlihat ia benar-benar marah kepada suaminya.

Lelaki itu tampak tenang, duduk dan menikmati secangkir kopi panas yang dibuatnya sendiri. Seolah tak ingin mendengarkan suara istrinya.

“Darma, aku bertanya padamu?”

Ayah menoleh, menatap ibu dengan datar. Bibirnya lantas mengulaskan senyuman, seakan sedang menertawakan ibu yang mulai menangis.

Aku dan Ruby tidak ingin melihatnya, meskipun ada rasa takut di dalam diriku. Mencemaskan ibu. Aku hanya mendengarnya dari balik pintu kamarku.

“Memangnya kenapa kalau kau melihatnya? Dia cantik, kan? Masih muda dan mengemaskan. Sudah kubilang jangan cemburu, aku hanya bersenang-senang. Tidak mungkin juga aku menikahi dia. Sudahlah, jangan mencari masalah denganku. Itu bukan masalah besar yang harus kau ributkan, Hera,” ayah menjawab dengan tenang, kembali menyesap kopinya nikmat.

“Apa katamu? Jangan cemburu dan itu bukan masalah besar? Ini bukan soal cemburu atau tidak, tapi tentang anak-anak. Apakah kau tidak memikirkan mereka, Darma? Ruby bahkan tidak ingin melanjutkan sekolahnya, kau masih belum mengerti?”

Ayah meletakkan cangkir kopinya, lelaki itu kini menatap ibu tajam. Sinar kemarahan dan rasa tak terima sudah tergambar di wajahnya. “Jangan bawa anak-anak, Hera. Ruby tidak mau sekolah itu bukan urusanku, lagi pula dia bukan anak yang cerdas, itu keputusan yang bagus.”

“Apa? Kau selalu mengatakan itu, kau mematahkan semangatnya. Bukan hanya dengan kata-kata tapi dengan kelakuan burukmu itu. Darma, seharusnya kau membuka mata dan melihat bagaimana sikapmu kepada Ruby. Dia anakmu sendiri, Darma!”

“Ya, tapi apa yang bisa kuharapkan dari anak seperti dia?” Darma bertanya dengan pupil melebar.

“Sekarang, aku juga ingin bertanya padamu, Darma, apa yang bisa Ruby harapkan darimu? Apa yang bisa kami harapkan dari sosok ayah yang selalu berganti perempuan!” ibu memekik, sepertinya sudah tak tahan lagi dengan kelakuan suaminya itu.

Aku terkesiap, saat mendengar suara tamparan itu. Aku yakin ayah kembali melakukannya kepada ibu. Aku membuka pintu kamarku, dan benar seperti yang kuduga. Ibu terduduk di lantai sembari memegang pipinya.

“Kenapa? Kau juga ingin merasakannya, Elsa?” lelaki itu bertanya, saat aku menatap ke dalam matanya dengan marah.

“Elsa, masuk ke dalam kamarmu!” ibu mengatakan itu dengan suara gemetar, ia bahkan menolak untuk menatapku. Ibu berdiri, mengusap wajahnya kasar.

“Tapi ....”

“Ini urusan kami, Elsa. Biarkan kami bicara. Masuklah!” ibu mengatakan itu dengan suara keras, sesuatu yang jarang ia lakukan padaku. Aku berbalik, kembali ke dalam kamarku. Sesuatu yang sebenarnya tak ingin kulakukan.

Aku duduk di sisi tempat tidur, jantungku kembali berdegup kencang saat mendengar suara mereka lagi. Aku benci ini, aku sangat membencinya. Sebenarnya apa yang mereka inginkan dari pernikahan itu? Mereka tidak memiliki keinginan untuk memperbaiki rumah tangganya, namun mereka juga enggan untuk berpisah. Sepertinya saling melukai dan menyakiti sudah menjadi ciri khas dari keluarga ini.

Aku menutup kedua telingaku, ketika pertengkaran itu kembali terdengar. Rasanya aku ingin berteriak dan meminta mereka untuk diam. Bukankah mereka sangat egois? Tak bisakah mereka membiarkan anak-anaknya tidur nyenyak malam ini? Mereka sama saja, tidak ada yang mau mengalah!

“Brak!”

Aku kembali melompat terkejut mendengar suara itu, suara benda yang dipukul dengan sangat keras.

“Apa yang kau lakukan, kau ingin merusak barang-barang di rumah ini, hah?”

Aku masih mendengar suara ibu, setidaknya pukulan itu tidak ditujukan kepadanya.

Lihat selengkapnya