“Bibi mendengar kalau ayahmu kerap memukul Ruby, ya?” aku menerima secangkir teh hangat dari tangan bibiku. Hari ini aku mampir ke rumah bibi sepulang sekolah. Kebetulan rumah bibiku tidak terlalu jauh dari sekolahku itu. Kira-kira hanya 10 menit ditempuh dengan berjalan kaki.
Aku mengangguk, “Jadi, Bibi, juga tahu?” tanyaku menatap perempuan manis yang sedang mengendong anak bungsunya itu.
“Sebenarnya, Bibi, sudah sering memberi nasihat ayahmu, tapi hatinya terlalu keras, Elsa. Apakah kau datang untuk itu?”
“Ya, aku kasihan kepada Ruby juga ibu. Rasanya aku sudah tidak tahan lagi berada di sana.”
Bibi mengulurkan tangannya, membelai lembut kepalaku. “Kau masih terlalu muda untuk menanggung semua ini, Elsa. Begitu juga dengan Ruby. Apakah kau mau tinggal di sini sementara?”
Aku menghela napas panjang, “Entahlah, Bi. Mungkin nanti. Bi, apakah Bibi tahu tentang lelaki bernama Bagas?”
Bibi kembali menatapku, ia lantas tersenyum kecil. “Kau juga mendengar tentang dia?”
“Kemarin mereka bertengkar lagi dan menyebut nama itu. Aku terkejut saat ayah mengatakan kalau Ruby mungkin bukan darah dagingnya, namun ibu menolak tuduhan itu. Memangnya seperti apa hubungan ibu dan Bagas sampai ayah berpikir demikian?”
Wanita itu menghela napas panjang, mengecup pipi anaknya yang tertidur pulas. “Bibi rasa kau memang perlu tahu, Elsa. Sebenarnya, kami tidak begitu merestui pernikahan ayah dan ibumu itu. Ayahmu masih sangat muda kala itu, dia bahkan belum memiliki pekerjaan tetap. Tapi, apa yang bisa kami lakukan kalau ibumu sudah mengandung? Mau tidak mau kami harus menikahkan mereka. Ayahmu mengatakan kepada Bibi tentang bayi di dalam kandungan ibumu itu. Dia meragukan itu bayinya. Nenekmu sempat bingung, haruskah ia melamar ibumu atau tidak. Sebenarnya ibumu tidak tahu tentang keraguan ayahmu itu,” jelas wanita itu.
“Karena ayah berpikir bayi itu anak Bagas?” tanyaku.
Bibi mengangguk, “Ya, itu yang dia pikirkan. Seperti pertanyaanmu tadi, sebenarnya bagaimana hubungan mereka. Jadi, Bagas itu teman baik ibumu. Nenek dari ibumu sangat menyukai Bagas, ia berharap ibumu menikah dengannya. Tapi nyatanya, ibumu lebih memilih kakak Bibi. Bagas itu lelaki kaya, Elsa, dan dia jauh lebih tua dari ibumu. Dia mapan tapi tak setampan ayahmu. Mungkin ibumu sudah terlanjur jatuh cinta karena ketampanan ayahmu itu. Bagas kerap datang ke rumah nenekmu untuk menemui ibu, merayunya barangkali. Pernah suatu hari, ayahmu dan Bagas bertemu saat keduanya menemui ibumu itu. Di situlah ayahmu tahu kalau ada lelaki lain selain dia.”