KELAM

Dewi
Chapter #11

Bab 11 kehadiran Jeremy

“Aku tidak tahu kenapa dia begitu keras kepala dan tidak mau mengakui perbuatannya saja. Kalau dia mengaku, mungkin kakakku akan berubah pikiran dan memaafkan. Kau tahu, kan, kalau sebenarnya kakakku itu orang yang baik?” Wanita itu berbicara kepada suaminya sembari membolak-balik majalah kecantikan yang dibelinya secara rutin.

“Kau menemuinya?” tanya lelaki yang berbaring di sisinya itu.

“Ya, aku berniat untuk membuatnya mengerti. Lagi pula Elsa sendiri datang kepadaku dan menceritakan itu. Itu adalah bukti dia sangat tertekan. Lagian, aku sendiri tidak yakin kalau Ruby adalah anak kandung kakakku. Kalau dia memang jujur, kenapa dia menolak untuk bertemu Bagas? Setidaknya lelaki itu bisa memberi penjelasan, kan?” katanya.

“Mungkin Bagas sendiri tidak tahu kalau kakak iparmu itu hamil,” celetuk lelaki itu membuat istrinya terkejut.

“Wah, kenapa aku tidak pernah memikirkan itu, ya? Jadi, maksudmu dia menyembunyikan kehamilannya dari Bagas dan mengatakan kalau itu adalah anak dari kakakku?”

Lelaki itu mengangguk, “Bisa jadi begitu, kan? Kalau Bagas tahu dia mengandung, dia akan menikahinya. Kakak iparmu tidak ingin menikahi Bagas karena dia menginginkan kakakmu itu,” jelasnya dengan begitu yakin.

“Astaga, ternyata begitu. Coba kalau dia mengaku, Elsa pasti tidak akan trauma seperti kemarin. Kasihan anak itu, sampai tidak bisa tidur dengan nyenyak karena hubungan orang tuanya yang tidak baik.”

Lelaki itu diam sejenak, menatap ponselnya yang menampilkan layar gelap. Pendengarannya terasa tak nyaman saat sang istri membicarakan tentang kejadian malam itu, di mana ia berusaha untuk meniduri Elsa.

“Apakah Elsa mengatakan sesuatu padamu?” Lelaki itu bertanya pelan, jantungnya berdetak sedikit lebih kencang dari biasanya.

Wanita di sebelahnya mengangguk, “Sebenarnya Elsa sangat ingin menemui Bagas, tapi aku sendiri tidak tahu di mana ia berada, dan ibunya memilih untuk menutup mulut.”

Lelaki bertubuh sedikit gempal itu menarik napas lega, sepertinya Elsa memilih untuk tidak memberitahu siapa pun tentang peristiwa itu.

“Gadis pintar,” gumamnya lirih.

“Gadis pintar? Siapa?” wanita itu bertanya, membuatnya terkejut.

“Elsa. Dia masih muda tapi pintar untuk mengerti keadaan orang tuanya, kan?” ucapnya dengan bibir tersenyum lebar.

“Oh, kau benar. Dia memang pintar hanya saja kurang beruntung karena memiliki orang tua seperti itu. Sudahlah, setidaknya aku sudah berusaha bicara dengan ibunya. Mereka memang sama-sama keras, tidak ada yang bisa mengalah. Hanya saja aku heran, kenapa dia masih bertahan dengan kakakku kalau memang diperlakukan tidak baik. Itu aneh, kan?”

“Ya, itu aneh. Biarkan saja, mereka sudah dewasa dan tahu harus bagaimana.” Lelaki itu meletakkan ponselnya, menarik selimut dan membelakangi istrinya yang masih berkutat dengan majalah di tangannya itu. Ia memang tidak pernah peduli dengan yang terjadi di dalam rumah tangga kakak iparnya, yang ia tahu keadaannya aman untuk sekarang karena keponakan gadisnya itu memilih untuk bungkam. Ia memang beruntung.

...

“Elsa, apakah kau baik-baik saja?” Jeremy tiba-tiba duduk di sebelahku saat dering istirahat sekolah berbunyi. Tidak biasanya Jeremy berbicara denganku sedekat ini, sesuatu yang membuatku sedikit tak nyaman.

“Ya, kenapa?” tanyaku yang menatap ke seantero kelas yang mulai sepi karena anak-anak sudah berhamburan menuju kantin sekolah.

“Aku perhatikan sejak tadi kamu murung, apa karena Neva sakit, ya?” tanyanya membuatku teringat akan Neva yang sedang berada di ruang UKS bersama Angel  yang menemani.

“Eh, aku harus ke UKS untuk melihat mereka,” kataku yang kemudian berdiri untuk meninggalkan bangku.

“Aku ikut, ya?” kata Jeremy membuatku terkejut.

Lihat selengkapnya