Aku menemukan ibu menangis saat memasuki rumah, sementara Ruby meringkuk di sudut ruangan dengan tangannya yang melindungi kepala. Perasaanku kembali dibuat tak nyaman dengan pemandangan sepulang sekolah itu. Sesuatu yang buruk pasti telah terjadi lagi.
“Bu, ada apa?” Aku bertanya pelan, mendekati ibu yang terisak dan menatap Ruby di sana. Mendengar suaraku Ruby mendongak, bibirnya mengulaskan senyuman yang terasa aneh di mataku.
“Ruby, ada apa?” Kali ini aku bertanya padanya, karena ibu tak kunjung memberi jawaban.
Ruby berdiri, menatapku dengan pandangan yang begitu tajam. Membuatku takut.
“Siapa kau? Kenapa kau masuk ke dalam rumah ini?” Pertanyaan itu membuatku mengerutkan kening, bingung.
“Apa maksudmu, Ruby? Jangan bercanda seperti itu, lihat keadaan ibu sekarang,” kataku yang merasa Ruby keterlaluan dengan ucapannya itu.
Ruby tidak menjawab, ia justru menatapku dengan heran. Kepalanya dimiringkan ke kiri dan ke kanan seolah mencoba untuk mengenaliku.
“Ruby, apa yang kau lakukan? Kenapa melihatku begitu?” tanyaku yang semakin tak memahami perilaku Ruby.
“Elsa, Ibu takut.” Aku menoleh saat mendengar ibu bersuara. Kualihkan pandanganku padanya dan berjalan mendekati ibu.
“Apa yang terjadi, kenapa dengan Ruby, Bu?”
Aku mengikuti pandangan mata ibu yang kini kembali menatap Ruby. Air matanya masih menetes, bibirnya gemetar. “Ibu tidak tahu, Elsa. Ruby bersikap aneh sejak tadi. Dia bahkan berani melawan ayahmu,” ucapnya.
“Di mana ayah?”
“Dia pergi saat Ruby membalas pukulannya.”
Aku membuka mulut terkejut mendengar itu. Tak biasanya Ruby berani melawan ayah bahkan sampai memukulnya.
“Jadi, mereka berkelahi?”
Ibu mengangguk, “Dan Ruby ... ibu takut sesuatu yang buruk terjadi padanya. Kau melihatnya sendiri, kan? Dia begitu berbeda?”
Aku kembali menatap Ruby, dia berdiri mematung dan memandang lurus ke luar rumah. Tidak ada ekspresi di wajahnya.
“Ruby, bisakah kau duduk sebentar?” Aku meraih lengan Ruby membawanya duduk di kursi ruang tamu. Dia menurut, namun pandangan matanya begitu kosong dan sepi.
“Kau sudah makan?” tanyaku kepada Ruby, memilih untuk duduk di dekatnya. Ruby menoleh, kembali menatapku dengan senyum lebar.
“Kau siapa?” tanyanya lagi.
“Elsa, aku adikmu.” Jantungku berdegup kencang saat mengatakan itu. Mungkinkah Ruby benar-benar tak mengenaliku? Tapi, kenapa?”
“Elsa?” katanya lirih.
Aku mengangguk, “Ya, aku Elsa. Adikmu.”
Ruby tertawa, membuatku semakin cemas. “Aku tidak punya adik, jangan membuatku bingung. Kau siapa, heh?”