KELAM

Dewi
Chapter #19

Bab 19 Imajinasi Itu

“Ruby, saatnya makan malam.” Lelaki berumur 40 tahun itu masuk ke dalam kamar Ruby, suaranya terdengar begitu ramah saat meminta Ruby untuk keluar dan bergabung di meja makan.

“Kenapa mereka membuangku? Apakah ibuku sudah tidak menginginkan aku lagi?” ucap Ruby lirih dan enggan untuk menatap mata lelaki itu.

Lelaki yang biasa dipanggil Gani itu duduk di sisi Ruby, disentuhnya punggung Ruby lembut untuk sekedar memberinya ketenangan. “Bukan begitu, justru karena ibu sangat sayang padamu maka kau berada di sini. Di sini, kau akan memiliki banyak teman yang baik padamu, karena kita adalah keluarga, Ruby. Tidak ada yang membuatmu tertekan dan kecewa. Di sini luka batinmu akan disembuhkan.”

“Apakah aku akan berada di sini untuk selamanya?”

Gani menggeleng, “Tentu saja tidak, saat kondisi batinmu sudah jauh lebih baik kau bisa pulang dan bertemu ibumu. Karena itu berjuanglah sampai kau benar-benar pulih dan memaafkan semua yang terjadi.”

Ruby menunduk, menatap kedua tangannya yang pucat. “Tapi dia tidak akan pernah menerimaku lagi.”

“Itu tidak benar, Ruby. Semua orang tua menyambut kepulangan anak-anaknya,” tutur Gani.

“Tapi tidak dengan ayah, dia sangat membenciku.”

Gani menatap lesu ke arah Ruby. Anak seusia Ruby seharusnya melewati masa remaja yang menyenangkan, namun ia harus menerima tekanan di luar kemampuan jiwanya.

“Tidak ada orang tua yang membenci anaknya. Ruby, di sini kau dan yang lainnya adalah anak-anakku. Sekarang kita makan, oke? Teman-temanmu sudah menunggu di meja makan.” Lelaki itu berdiri mengulurkan tangannya kepada Ruby untuk ia raih.

Di tempat ini Ruby mengalami sedikit kemajuan, walau terkadang kondisi kejiwaannya masih belum bisa dikatakan stabil, namun setidaknya ia sudah mau bicara dan mengingat apa yang pernah terjadi di dalam hidupnya.

“Ruby, lihat aku membawa anakku.” Wanita paruh baya itu berjalan ke arah Ruby sembari menggendong boneka, menunjukkan boneka usang itu kepada Ruby yang sedang menikmati makan malamnya.

“Dasar tidak waras, itu hanya boneka,” gumam Ruby yang tak peduli dan melahap makanannya dengan cepat.

“Lihat dia, anaknya bahkan sudah mati,” kata seorang pemuda yang usianya 5 tahun lebih tua dari Ruby. Pemuda itulah yang akhir-akhir ini kerap menemani Ruby di sini.

“Kau tahu tentang itu?” tanya Ruby kepada pemuda bernama Rio yang selalu duduk di sebelahnya saat berada di meja makan.

Rio mengangguk, “Aku melihatnya saat pertama dia datang ke tempat ini, dia menjerit dan terus memanggil bayinya itu. Sepertinya dia tidak akan sembuh.” Rio menoleh ke arah Ruby, lalu tersenyum tipis, “Mungkin kau juga selamanya akan berada di sini, Ruby. Sama seperti aku.”

Ruby diam sejenak, ia bahkan berhenti mengunyah makanannya. “Apa maksudmu? Aku baik-baik saja sekarang. Pak Gani mengatakan aku bisa pulang setelah kondisiku jauh lebih baik,” ucapnya.

Lihat selengkapnya