KELAM

Dewi
Chapter #21

Bab 21 Tak peduli

Aku memilih untuk tidak mengatakan apa pun semenjak kepulangan kami dari yayasan itu. Ibu sendiri terlihat pasrah dengan keadaan yang dialami putranya. Tidak ada yang bisa dilakukan memang, selain berharap akan mukjizat dari Sang Pencipta. Dan ayah, ia bahkan tidak pernah bertanya tentang keadaan Ruby. Bagaimana kabarnya dan apa yang terjadi dengan anak itu, ayah tidak peduli.

Aku membuang udara kasar dari mulutku, melihat mereka yang terasa begitu dingin dan asing. Cukup lama saling berdiam diri, terlebih ibu yang memilih untuk terus berkutat dengan kain-kainnya. Aku tahu, ibuku harus berjuang lebih keras lagi sekarang. Biaya untuk kesembuhan Ruby di yayasan tidaklah murah, meskipun orang tua Neva dan Angel membantu, tidak berarti kami tidak berjuang lebih lagi.

“Elsa, apakah kau sibuk, Nak?”

Aku menggeleng saat suara ibu memecah lamunanku. “Ada apa, Bu?” tanyaku sembari meletakkan buku yang sedang kubaca di meja.

“Bisa tolong antarkan baju ini, ongkos jahitnya sudah Ibu tulis di dalam.”

Aku mengambil tas kecil berisi pakaian itu, sedikit memandang ayah dari sudut mataku. Lelaki itu terlihat begitu tenang dengan apa yang terjadi, ia bahkan masih bisa menikmati kopinya dengan beberapa kudapan. Ada rasa kesal memang, saat melihatnya seperti itu. Seharusnya ayah menanggung kebutuhan keluarga ini, bukan hanya ibu.

Aku melangkah dengan berat, rasanya ingin sekali meletakkan beban yang ibu pikul di atas pundakku. Tapi, apa yang bisa kulakukan sekarang ini? Aku justru menjadi beban bagi ibu.

Langkahku berhenti di depan rumah mewah dengan pagarnya yang menjulang, istri pemilik rumah ini adalah pelanggan ibu. Ia wanita yang baik juga penuh perhatian. Suaminya seorang pejabat daerah yang dihormati. Ah, dia benar-benar beruntung.

“Siapa di sana?” Aku tersenyum, dan berjalan lebih dekat lagi ke arah pagar saat suara perempuan muda terdengar sedikit nyaring ketika mengucapkan itu.

“Elsa, aku datang untuk mengantarkan pakaian yang dipesan ibu,” sahutku yang menyebut pemilik rumah ini dengan sebutan ibu.

Wanita muda itu membuka pagar dan membawaku masuk ke ruang tamu. Aku benar-benar terkesima dengan apa yang kulihat, rumah yang begitu bagus dan tertata dengan begitu rapinya. Mungkin ruang tamu ini seluas rumah kami.

“Sebentar, ya, ibu sedang menerima telepon,” kata wanita muda itu yang ternyata adalah pekerja di rumah ini. Aku mengangguk, duduk di sofa empuk nan begitu mewahnya. Rumah ini terasa sejuk, penghuninya pasti orang-orang yang menyenangkan. Aku memang pernah bertemu dengan pelanggan ibu, namun aku tak begitu mengenalnya.

“Elsa, maaf, sudah menunggu lama.” Wanita anggun dengan gaun terusan itu terlihat begitu cantik, wajahnya segar dibalut dengan lipstik berwarna lembut yang menunjukkan keramahan sikapnya.

Aku berdiri saat melihat kedatangannya, mengulaskan senyuman untuk membalas perkataannya tadi.

“Ibu meminta saya untuk memberikan pakaian ini,” ucapku sembari mengulurkan barang itu padanya.

Wanita itu terlihat memeriksa ke semua sisi, ia lantas tersenyum senang, “Ibumu memang pintar, dia membuat sesuai dengan mauku. Duduklah, Elsa.”

Lihat selengkapnya