Waktu terus berjalan, aku tak ingin membiarkan kenangan buruk tentang ayah menghalangi jalanku, juga Ruby yang entah sampai kapan ia akan berada di sana. Aku menatap ijazah yang kini berada di tanganku dengan senyum lebar. Perjuanganku selama 4 tahun di bangku kuliah tidak berakhir sia-sia. Dan saat ini aku benar-benar menjadi manusia dewasa, meskipun kedewasaan itu sudah membentuk karakterku sejak aku masih duduk di bangku sekolah menengah pertama.
Aku menatap ibu yang tersenyum melihatku di sana, tangannya terbuka untuk memelukku. Aku melangkah cepat, membalas pelukan itu dengan sebuah kecupan di pipi.
“Selamat, Elsa, kau sudah menggenggam gelarmu sekarang,” ucap ibu yang tersenyum dengan matanya.
“Semua karena ibu yang terus berdoa untukku. Terima kasih, Bu.”
Ibu mengusap pundakku lembut, mengangguk dengan rasa bangga yang ia perlihatkan dengan tatapan matanya.
“Elsa.”
Alex berjalan menghampiriku, lelaki yang sudah kukenal selama duduk di bangku kuliah itu tersenyum, tangannya menggenggam buket bunga yang kemudian ia serahkan padaku.
“Untukmu, Elsa. Selamat, ya?”
Aku mengambil buket itu dari tangannya, menatap matanya yang dipenuhi dengan cahaya ketulusan. Alex adalah seseorang yang tidak pernah meninggalkanku saat aku berada di lembah kekelaman. Alex tahu tentang Ruby, ia bahkan mengunjungi kakakku itu beberapa kali, berbicara dengannya dan sesekali memainkan permainan kecil dengan Ruby. Sesuatu yang tak pernah kubayangkan, akan ada orang seperti Alex.
“Selamat juga untukmu, Alex,” ucapku menatapnya lembut.
“Alex, kau di sana?”
Aku memiringkan kepalaku melewati bahu Alex, pasangan suami istri paruh baya itu berjalan mendekati kami. Wanita itu tersenyum, mengangguk kepada ibuku yang membalasnya dengan ramah.
“Selamat untuk kelulusan Elsa, Bu. Kami senang karena anak-anak lulus dengan baik,” ucap wanita itu seraya menyentuh pundakku.
“Terima kasih, selamat juga untuk Alex,” jawab ibu yang terlihat begitu bahagia hari ini.
...
Aku masih berada di kota ini, melakukan pekerjaanku sebagai seorang staf di perusahaan swasta. Aku tak bisa meninggalkan ibu, karena nyatanya ibu juga menolak untuk pergi bersamaku. Baginya rumah itu adalah tempat dengan banyak kenangan yang tak bisa ia tinggalkan, meskipun hanya luka dan kepahitan yang melekat di dalamnya. Sementara Alex mendapat pekerjaan di kota lain.
Meskipun begitu, hubunganku dengan Alex tidak berakhir. Setiap akhir pekan, ia akan datang dan menemuiku. Menghabiskan waktu dengan banyak hal. Ya, Alex adalah kekasihku selama aku belajar di Universitas, dan hubungan kami tidak pernah terputus selama itu. Alex begitu mencintaiku, ia melakukan banyak hal untuk membantuku. Alex juga menunjukkan perhatiannya kepada Ruby, dan tampaknya Ruby menyukai kehadiran Alex di sana.
Malam itu, mereka datang. Alex tidak memberitahuku sebelumnya, dia mengatakan ini adalah kejutan. Wanita dengan gaun biru nan cantik itu tersenyum, menatapku dengan penuh kelembutan.
“Elsa, kami ingin kau menjadi bagian dalam keluarga kami. Apakah kau menerima lamaran kami untuk Alex?”
Pertanyaan itu membuatku tertegun, aku menatap Alex dan ibunya bergantian. Alex tersenyum lebar seakan mengerti betapa terkejutnya aku.
Ibu mengusap punggungku lembut, wajahnya menunjukkan kebahagiaan yang dulu jarang kutemui.
“Elsa, apakah kau mau menjawabnya?” tanya ibu membuatku tersipu malu.
“Apakah aku mengejutkanmu, Elsa? Aku sengaja melakukan ini. Maaf, karena aku tak memberitahumu sebelumnya,” tukas Alex yang kini membuka sebuah kotak berisi cincin berlian yang manis. Alex berjalan mendekatiku, memintaku untuk berdiri tepat di hadapannya.
“Elsa, maukah kau menikah denganku?”
Aku mengatupkan bibir berulang kali, jantungku berdetak kencang karena bahagia yang meluap. Jadi, seperti inikah rasanya saat seseorang yang kau cintai ingin menjadikanmu istri baginya?