KELANA

Lovaerina
Chapter #2

Dunia Baru Kelana

Kelana menunggu jawaban Bellissa dengan antisipasi tinggi. Kalau ini bukan mimpi, Kelana berharap memiliki keajaiban untuk bisa hidup kembali. Kelana belum siap berpisah dengan anggota keluarganya meskipun selama ini acap kali bersikap seperti orang asing.

“Enggak bisa!” Senyuman lebar Bellissa lenyap dalam hitungan detik, wajahnya terlihat sangat datar.

Kelana berdesah lesu.

“Yang udah mati, mana bisa hidup lagi. Kamu pikir ini cerita fiksi?” imbuh Bellissa mencibir.

Pupus sudah harapan Kelana untuk kembali menjadi manusia. Dia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat sebagai pengalihan rasa kecewa.

“Tapi, tenang aja. Meninggal enggak seburuk itu kok. Kamu masih bisa menikmati kematianmu. Kamu bisa nonton bioskop tanpa bayar tiket. Nonton konser paling depan, enggak perlu antre panjang. Te—”

“Bellissa!” Suara Satria menghentikan celotehan riang Bellissa yang serupa penjaja produk kematian. 

Bahkan, Kelana pun sontak menelan ludah karena terkejut oleh teguran Satria barusan. Sementara itu, Bellissa mengerising, lantas berdeham kecil untuk mengembalikan kewibawaan. Dia baru ingat kalau kinerjanya saat ini diawasi langsung oleh Satria yang terkenal sangat disiplin dan tidak pernah main-main.

“Oke. Kamu enggak bisa menyeberang ke alam baka karena urusanmu di sini belum selesai. Aku sama Bang Sat in—”

“Satria, Bellissa!” Satria kembali melayangkan teguran karena Bellissa tidak memanggil namanya dengan lengkap. Itu terdengar kurang sopan.

Bellissa kembali berdeham dua kali meskipun seolah-olah ada sesuatu yang menyangkut di dalam kerongkongannya. 

“Iya, Bang. Maaf, khilaf,” ucap Bellissa kepada Satria.

Jujur saja penyebutan tersebut bukan sebuah kekhilafan, Bellissa memang suka sekali memanggil nama Satria seperti itu. Singkat, padat, dan lebih akrab menurutnya. Sayang sekali, si pemilik nama kurang menyukai.

Ada hening yang menguasai atmosfer untuk beberapa saat. Kelana masih terdiam, enggan menginterupsi perseteruan kecil yang terjadi antara dua makhluk di hadapannya. Dia merasa tidak memiliki hak apa pun untuk ikut campur. Lagi pula, Kelana belum benar-benar mengenal kedua sosok tersebut. Bahkan pertemuan mereka belum ada hitungan jam.

“Lanjut, Bel.” Satria kembali bersuara, memerintah Bellissa meneruskan penjelasan tentang tujuan keberadaan mereka berdua.

Bellissa menghela kehampaan. Dia lantas menaruh atensi penuh kepada Kelana yang masih tampak kebingungan.

Lihat selengkapnya