Kelana Bumi Langit

Oleh: Adrindia Ryandisza

Blurb

Setiap anak dilahirkan ke bumi tanpa bisa memilih.
Mereka tidak bisa memilih orangtua kaya atau miskin.
Mereka tidak bisa memilih orangtua rupawan atau jelek. Kalau jelek terlalu kasar, koreksi menjadi yang tampangnya biasa-biasa saja.
Bahkan, terkadang mereka tidak bisa memilih bagaimana menjalani hidupnya. Entah karena orangtua yang sudah mematok kehidupannya, entah memang orangtuanya terbatas pilihannya.
Begitu juga dengan Kelana, Bumi, dan Langit. Mereka tidak bisa memilih siapa keluarganya.
Persamaan dari mereka adalah terlahir menangis seolah tidak mau berpisah dengan nyamannya rahim seorang ibu. Bayi yang lain juga menangis. Kecuali Bumi, dia telat mengeluarkan tangisannya, punggungnya harus ditepuk-tepuk lebih dulu oleh bidan.
Terlalu banyak terminum air ketuban, katanya.
Ketiga bocah itu juga sama-sama tinggal di pinggiran Jakarta. Sama-sama kebauan aroma sampah yang menguar dari Bantar Gebang. Dari ketiga bocah itu Langit yang paling tahan terhadap bau yang sudah tak tahu bercampur dengan apa saja. Sudah kebal hidungnya karena kesehariannya bermain di gunung sampah. Tidak begitu beruntung, Langit juga tidak sekolah.
Bumi juga tidak begitu beruntung. Anak itu berbeda dengan yang lain karena hanya punya satu orangtua. Meskipun Bumi bersekolah, dia dikucilkan.
Sementara Kelana memiliki kedua orangtua yang lengkap, tetapi jarang bertemu karena sibuk bertarung dengan biaya hidup yang semakin melonjak. Sekolahnya juga sekolah mahal. Namanya Kelana, tetapi tidak pernah ke mana-mana.

Lihat selengkapnya