Kelana Bumi Langit

Adrindia Ryandisza
Chapter #1

BUMI

 Setiap hari Bumi ingin membolos atau membuat masalah agar tidak bersekolah. Dia tidak mau dengar ejekan yang tertuju padanya. Sulit baginya menahan air mata agar tidak meleleh. Mati-matian tidak terlihat gentar agar mereka yang mengucilkannya tidak merasa menang. Namun, Bumi harus sekolah karena dia tidak mau membuat ibunya bersedih. Dia lebih memilih menelan bulat-bulat ejekan teman sekolahnya dibandingkan harus mengatakan alasannya tidak mau berangkat ke sekolah.

Tidak ada orangtua yang senang anaknya menjadi bulan-bulanan anak orang lain, selain orangtua mereka sendiri.

Hanya karena Bumi berbeda, teman-temannya tidak mau menerimanya.

Setiap pulang sekolah, Bumi ikut menjaga warung makan ibunya. Warung makan dan rumahnya sama saja. Berjalan ke belakang sedikit itu sudah rumah Bumi. Tidak begitu besar. Tidak ada kamar yang menyekat ruangan. Hanya ada ruang tengah berisi satu kasur yang terbaring di lantai. Lemari reyot yang setiap dibuka selalu mengeluarkan suara seperti jeritan. Satu meja dengan televisi tabung jarang dinyalakan. Dindingnya batu bata yang saling menindih. Dulunya ada satu kamar yang sekarang digunakan sebagai warung makan dan dapur.

Sepanjang waktu rumahnya mengebulkan bau bumbu masakan. Aroma yang lebih baik dibandingkan gunung sampah.

Bumi menggunakan waktu luang dengan membaca buku dari perpustakaan kecil milik Ibu Suri. Nama lengkapnya Ibu Suriyati, tetapi dipanggil Ibu Suri karena niatnya yang mulia membuka perpustakaan untuk anak-anak agar minat membaca mereka meningkat. Kata Ibu Suri, buku adalah jendela dunia. Tidak perlu biaya akomodasi untuk mengunjungi tempat berbagai dunia. Sebagai ganti para bocah rajin membaca, Ibu Suri akan memberikan uang jajan sesuai ketebalan buku dan bagaimana si anak bisa meringkas isi buku yang dipinjam.

Semakin mantap menjabarkan kembali isi buku, semakin banyak uang jajan yang akan didapatkan. Bumi yang memegang rekor uang jajan tertinggi yang pernah diberikan oleh Ibu Suri. Menurut Bumi, ini adalah kesempatan untuk menabung dan mengganti seragam putih dan merahnya yang lusuh. Meskipun belum tentu penampilan kuyu yang membuat teman sekolahnya menjauhi dirinya, ingin tampil apik rasanya bukan masalah. Bisa jadi dia lebih percaya diri dan tidak perlu malas bersekolah.

Celengan ayam milik Bumi bisa terisi berkat hobi dan misi Ibu Suri saling melengkapi. Sudah genap enam bulan semenjak Bumi meminjam buku pertamanya.

Hanya Bumi dan Tuhan yang tahu letak celengan ayam. Ibunya mungkin pura-pura tidak tahu.

Siang ini angin sedang malu-malu. Tidak ada yang mengantarkan aroma busuk khas Bantar Gebang. Hidungnya tidak perlu bekerja keras untuk beradaptasi. Pelanggan warung pun memakan hidangan lebih lahap dari biasanya. Bahkan, ada yang berkata masakan yang itu-itu saja lebih enak dari yang sudah-sudah. Ada pula yang menambah piring kedua. Ada juga mereka yang menambah daftar utang dengan dalih nanti dibayar setelah ada uang—tidak tahu kapan. Hanya ada satu pelanggan mengeluh karena menemukan satu helai rambut pendek pada telur baladonya—diberi es jeruk gratis langsung adem dan melahap santapan.

Lihat selengkapnya