Merpati mulai kelelahan, energinya cepat sekali terkuras karena ia menampung segala perasaan trauma pahit getir setiap hewan di Hutan Rimba, membaca riwayat masa lalu mereka, meraba setiap luka dan meresapi luka itu pelan pelan, merayu restu Tuhan, membuka pintu langit yang ada pada dirinya, merajut dan menghubungkan segala luka trauma itu kepada kesadaran semesta, membaca setiap rinci apa yang perlu dibenahi, apa yang terjadi, apa pesan yang ingin semesta sampaikan, kenapa Tuhan menghendaki ini terjadi pada buminya yang ia sayang?"
Tapi meskipun ia begitu kelelahan, Merpati dengan kelembutan hatinya tidak akan pernah mampu melangkah jauh dari amanah yang telah terpatri pada jiwanya, mengingat seberapa langit dan Pencipta begitu mempercayakannya dan mengingat penuh harapan para sosok tak berdosa yang suci melangit dengan air mata mereka.
Itulah penguat Merpati dari setiap kelelahan batin dan fisiknya yang begitu letih menghubungkan dan memeluk trauma setiap orang lalu menghubungkan dan memanggil kekuatan langit untuk memberikan jalan terang.
Karena Merpati sering sekali merasa lelah dan kelelahannya itu kian lama kian membelenggu langkahnya, Merpati tersadar ia tak bisa selamanya terus seperti ini karena apa yang ia lakukan begitu menguras energi sedangkan amanah yang perlu ia bangun juga masih perlu banyak dukungan energinya.
Merpati pun tersadar, mau dia menerjemahkan sesederhana apapun bahasa langit, orang orang yang masih tenggelam dalam gelap tak akan mampu menjamah sinar, mau sebanyak apapun ia menulis dan merangkai kata dengan indah dan sepenuh jiwa dan energi langit yang ia salurkan dengan memeras segala tenaga dan energinya, Ia hanya Merpati yang tak punya kendali atas pemberian cahaya murni dalam hati dan membuka gelap pada pikiran orang orang.
Merpati juga akhirnya teringat, bahwa Tuhannya lah yang bisa menyelamatkan mereka, untuk memanggil dan merancang takdir penuh cobaan atau teguran atau sentuhan lembut menyadarkan pada hamba hambanya yang melewati batas dan tenggelam dalam gelap dan bayang pekat.
Merpati sadar, bahwa para hewan Hutan Rimba hanyalah merespon keadaan sesuai dengan gambaran jiwa mereka.
Merpati hendak memohon kepada Tuhan agar Tuhan berkenan menyucikan mereka agar mereka bisa membaca pesan yang Merpati bawa kepada mereka.
Merpati akhirnya terbang mengudara tinggi, menuju cakrawala langit tempat menampungnya doa doa dan malaikat naik turun menuju bumi.
Sesampai di cakrawala langit yang terletak di atas Hutan Rimba itu, Merpati begitu terkejut karena hampir seluruh pintu pintu di langit hutan ini terkunci.
Merpati berusaha mengetuk berkali kali agar rahmat Turun lebih deras tapi usahanya menemui kesia sisan. Pintu itu tak bergeming sama sekali, yang bisa turun hanya rahmat rahmat kecil, cahaya cahaya kecil atau saluran saluran rahmat yang tersambung dan milik pribadi ciptaan ciptaanNya yang telah ia ridhoi.
Melihat keadaan tersebut, Merpati pun mengerti bahwa Tuhan dengan keadilannya telah memutuskan untuk menutup pintu langit. Akhirnya Merpati pun menunduk, ia terbang turun, kembali menuju bawah sembari melihat kondisi hutan, sampai akhirnya ia merenungi segalanya kembali dari pucuk ranting tertinggi sembari terus mengamati perilaku para penghuni Hutan Rimba.
Merpati pun melihat bahwa para penghuni Hutan Rimba kerap kali menghakimi dan memahami ajaran ajaran Tuhan dengan kecerobohan dalam bersikap dan berbicara, mereka hanya menegakkan ajaran yang sesuai dengan budaya dan kebiasaan mereka tanpa benar benar patuh pada semua amanah yang dititipkan Tuhan.
Mereka juga malah memahami amanah Tuhan bukan sebagai amanah suci yang tinggi melainkan hanya tentang ritual yang harus mereka lakukan dan menyerang yang lain yang tidak sesuai dengan perilaku mereka yang juga belum tentu benar.
Akhirnya mereka terpeleset pada jurang ilusi karena kekeliruan dibiarkan melenceng begitu saja, lupa amanah Tuhan, lupa amanah Tuhan tentang cara berjalan, lupa amanah Tuhan tentang cara menyapa dan menegur sesamanya, lupa cara menyikapi keadaan, lupa juga menyapa Tuhannya dan berbicara dengan hati kepada yang menciptakan mereka.
Buku besar panduan kehidupan Hutan Rimba hanya menjadi buku besar yang syairnua dinyanyi nyanyikan tapi nyawanya lupa dihidupkan.