Kelana Warna

Bamby Virdawanti
Chapter #5

Pink Pill


Berada dalam lingkungan yang sama sekali baru, hampir tidak menyisakan waktu untuk larut dalam kenestapaan. Venus yang mandiri membuat semua proses adaptasi berjalan tanpa kesulitan berarti, bahasa jadi satu-satunya kendala. Bahasa Turki bukan bahasa yang mudah dipahami dalam waktu singkat, abjad atau alfabesi dalam bahasa Turki sebagian berbeda. Mau tidak mau harus dipelajari. Karena di lingkungan tempat tinggalnya yang baru, tidak banyak yang bisa berbahasa Inggris.

Hampir, bukan berarti tidak. Kala malam datang, sepi kembali menghampiri.

Membuka peluang bagi prasangka untuk kembali memenuhi ruang di benak. Benci terhadap Darma, Mama dan Papa tentunya. Orang-orang yang idealnya mendampingi dia dalam keadaan ini, ironisnya malah memasang benteng. Menghilangkan celah andil tanggung jawab, atas apa yang menurut mereka adalah sebuah dosa tunggal. Bukankah selama ini mereka selalu melakukan hal yang sama? Membiarkan aku menghadapi semua sendiri? Terus kenapa sekarang aku harus berharap lebih sama mereka? Aku bisa, harus bisa!

Sedikit asa kadang tersembul dari dalam diri, berharap Darma mencoba menghubunginya. Walau bagaimanapun, menghadapi ini bersamanya mungkin bisa terasa lebih ringan. Mungkin. Bisa jadi lebih berat, apa pun itu akan aku ambil resikonya demi membagi beban.

Nama Darma sudah diblok dari semua akun media sosialnya. Kali kelima ia membuka e-mail, berangan satu-satunya media ini Darma gunakan untuk menghubunginya. Namun, tetap belum ada usahanya yang terlihat.

 

Apa dia begitu tidak acuhnya? Darma sebenarnya orang yang baik. Apa mungkin orang berubah total? Membayangkan kami saling membenci tidak pernah terlintas dalam benakku. Dan kini, hal itu terjadi. Bahkan dalam kebencianku yang teramat sangat, rindu ini masih tetap tidak bisa aku enyahkan. Aku yang terlalu naif atau asa yang hampir putus? Entah mana yang lebih pantas menjadi alasan. Tak satu pun, kurasa.

 

Berkali-kali godaan untuk menggugurkan kandungan menghampiri Venus. Berulang kali juga ia menyambutnya, karena tidak sulit untuk mendapatkan obat-obatan demi mewujudkan hal tersebut. Efek samping yang pernah dialami pun beragam, mulai dari mual, sakit kepala dan keram perut yang menyiksa. Namun, belum ada pendarahan seperti akibat yang seharusnya. Venus melakukan pencarian yang lebih mendetil, dan menemukan sebuah obat yang paling banyak disarankan. Namanya pink pill, akibat yang mungkin timbul yaitu pendarahan jangka panjang, nyeri panggul yang amat sangat akibat peradangan. Dan aborsi tidak sempurna yang akan berujung pada operasi. Kalimat terakhir membuat ia bergidik, masih ada beberapa akibat lain dan terlalu mengerikan untuknya melanjutkan membaca. Membayangkan beberapa efek samping yang sudah sempat terbaca saja Venus tidak sanggup.

Hiii, terlalu menyeramkan dan menyakitkan. Lagipula, bukankah seharusnya stres yang berlebihan bisa menyebabkan keguguran? Sepertinya takdir masih bersikukuh melawan kehendakku. Atau mungkin aku akan keguguran akibat frustasi, karena tidak berhasil menemukan cara untuk menggugurkan kandungan? Aaahhh, semakin pusing memikirkannya. Seandainya aborsi merupakan jawaban dari segala masalah yang terjadi, maka seharusnya akan mudah bagiku. Kalau Tuhan berkehendak … tetapi tidak pernah dalam ajaran apapun Tuhan menghendakinya. Maka bila terjadi, biarlah sebuah peristiwa membuat hal itu terjadi di luar kuasaku untuk mencegahnya.

 

Peningkatan produksi hormon estrogen dan progesteron yang sangat signifikan pada masa kehamilan, berperan aktif memicu mood swing. Tidak heran dalam satu waktu Venus bersikeras ingin bunuh diri, dan beberapa menit kemudian ia berpikir untuk melakukan hal lain. Pikiran negatif kerap menghantui saat Venus berdiam diri. Hanya melukis yang bisa jadi penetralisir saat logika tidak mampu menjalankan fungsinya.

Lihat selengkapnya