Kelap-Kelip Kunang-Kunang di Telapak Tangan dan Telapak Kaki Kami

Dirman Rohani
Chapter #2

Aku Tak Peduli

Pada suatu malam Minggu terdengar suara temanku ketika aku lewat di jalan setapak di belakang rumahnya. Dia sedang berbicara dengan ibunya. Cepat-cepat kutekan rem, menghentikan sepeda BMX-ku tepat di depan pintu dapur rumahnya. Suara minyak panas yang baru saja menggoreng sesuatu terdengar nyaring dan sepersekian detik kemudian tercium aroma bawang goreng. Dari atas sadel sepeda kupanggil namanya dua kali. Ibunya membuka pintu dan memintaku masuk. Lalu ibunya ke tempat penggorengan dan temanku itu memanggilku dari ruangan tengah. “Duduk di sini, Dra!”

Sambil mendekatinya aku mengajaknya keluar ke tempat biasanya kami dan teman-teman nongkrong. Dia menolak ajakanku karena dia harus membantu ibunya yang punya usaha pembuatan kue rumahan. Sedang banyak pesanan buat besok pagi kata dia begitu aku duduk di salah satu kursi meja makan di dekatnya.

“Aku bantu biar cepat,” kataku sambil memperhatikan gerakan tangannya yang cekatan memasukkan irisan wortel dan kentang ke dalam potongan-potongan tahu.

Dia melihat sekilas ke lantai di bawah meja melalui kaca meja yang bening, lalu berkata, “Kamu duluan, Dra. Satu jam lagi aku ke sana.”

Butiran demi butiran keringat yang mengalir dari cekungan bagian dalam telapak kakiku mulai menitik di lantai bawah meja. Kaus lusuh bergambar lambang parpol yang tergeletak di dekat salah satu kaki meja kutarik dengan kaki, kupakai untuk mengelap lantai yang basah di sekitar telapak kakiku. Lalu aku menggosok-gosokkan kedua telapak kakiku di ujung celana jin yang kukenakan.

“Sini setengahnya biar cepat,” kataku sambil mengangkat wajah.

Dia tertawa kecil. “Jangan, nanti kuenya berubah rasa kena keringat tanganmu.”

Aku pun ikutan tertawa sambil menggosok-gosokan telapak tangan di celana. “Jadi keasinan!”

“Makan kuenya, Dra.” Ibunya datang meletakkan sebuah piring kaca kecil berisi tiga potong tahu isi goreng di atas meja lalu balik ke dapur. Aku mengucapkan terima kasih.

“Kapan ada lagi turnamen bola, Dra?” tanya temanku itu kemudian.

“Belum tahu, belum ada info,” kataku sambil mengambil sepotong kue tahu isi goreng.

“Nggak pernah lagi lihat kalian latihan, Dra. Nggak sempat lagi datang ke lapangan bola. Setelah asar, langsung bantu ibuku, Dra.”

“Turnamen nanti nonton, ya?”

“Kalau itu aku usahakan, Dra!” katanya dengan penuh semangat.

Lihat selengkapnya