Kelap-Kelip Kunang-Kunang di Telapak Tangan dan Telapak Kaki Kami

Dirman Rohani
Chapter #3

Sapu Tangan

Pada suatu hari, pada jam mata pelajaran bahasa Indonesia, seorang guru piket masuk ke kelas kami dan memberitahukan bahwa Bu Ros, guru bahasa Indonesia, tidak masuk mengajar karena membawa anaknya ke rumah sakit. Kami diberi tugas mengarang cerpen, ditulis di buku catatan masing-masing, dan nantinya dikumpulkan kepada ketua kelas. Bu Ros akan mengambilnya pada jam istirahat. Sebelum keluar dari ruang kelas karena ada kepentingan lain yang mesti dikerjakannya, guru piket meminta kami tak membuat kegaduhan yang dapat mengganggu kegiatan belajar di kelas lain.

Ketika meletakkan sapu tangan di atas buku tulis, perasaan gembira muncul di hatiku. Aku jadi tersenyum-senyum sendiri, teringat pada seorang teman masa kecil. Akan kutulis cerita tentang persahabatan dua anak kecil. Ketika pertama kali kami berkenalan di rawa tempat aku mencari ikan cupang akan kujadikan pembuka ceritanya, dan terus berlanjut ketika aku mengajaknya bermain ke sungai lalu mengajarinya berenang.

Aku menahan tawa begitu teringat pada semangatnya yang menggebu-gebu ketika belajar berenang. Supaya cepat pintar berenang, tanpa ragu sedikit pun dia mengikuti saranku: makan seekor udang hidup yang kuambil dari dalam buah kelapa bolong yang hanyut di sungai.

Sedang asyik-asyiknya menulis, aku merasa sesak kencing. Cepat-cepat aku keluar dari ruang kelas sambil memberitahu ketua kelas, aku izin ke toilet. Ketika aku balik ke mejaku, tidak ada lagi sapu tanganku di atas buku tulis. Dugaanku jatuh, tapi sudah kucari di kolong meja, juga tidak ada. Teman satu meja denganku tidak datang, kali ini tanpa memberi kabar. Aku bertanya pada teman di meja sebelah dan meja di depanku, mereka tidak tahu dan mengarahkan perhatiannya lagi pada buku tulis masing-masing.

Supaya dapat menulis lagi dengan nyaman, selembar kertas kucopot dari buku tulisku yang lain. Lalu kugunakan sebagai pengganti sapu tangan. Aku dapat keasyikan lagi dengan cerpen yang sedang kutulis.

Waktu terasa cepat sekali berjalan, suara bel istirahat terdengar nyaring, akhirnya cerpen yang kutulis dapat kuselesaikan juga. Cepat-cepat kuserahkan buku tulisku kepada ketua kelas, lalu aku keluar dari ruang kelas menuju pustaka.

*

“Ini sapu tangan siapa?!” Terdengar suara Kamelia ketika kami semua sudah berada di dalam kelas. “Kenapa ada di sini?”

Dia berdiri di samping mejanya, mengepit selembar sapu tangan warna biru dengan ujung jari jempol dan telunjuk tangan kirinya yang lentik, mengangkatnya tinggi-tinggi dan menjulurkannya sejauh mungkin dari wajahnya.

“Mungkin sapu tanganku,” kataku sambil mendekatinya.

Lihat selengkapnya