Tadi pukul sepuluh Pak Pos datang membawa selembar surat untukku. Ibuku yang menerima dan meletakkannya di atas meja belajarku. Aku kaget, setahuku rumahku belum pernah sekalipun didatangi Pak Pos. Tidak disebutkan nama pengirimnya oleh ibuku. Ketika memberitahuku ibuku sedang keluar buru-buru membawa rantang nasi untuk makan siang ayah dan pamanku di kebun.
Surat dari siapa? Tanyaku dalam hati. Karena sangat penasaran ingin secepatnya mengetahui isi surat itu aku pun cepat-cepat masuk ke kamarku. Ternyata surat dari teman masa kecilku, yang dahulu memberi novel kepadaku, dan salah satu novelnya kusimpan di pohon tidur.
Kubuka dan kubaca suratnya dengan perasaan gembira. Malamnya sambil berbaring di tempat tidur kubaca sekali lagi. Dia menanyakan kabarku dan memberitahu bahwa tempat tinggalnya tidak jauh dari bandara dan sekolahnya hanya 10 menit jalan kaki dari rumahnya.
Sekarang dia sedang senang-senangnya menggambar kartun, bahkan sudah ada yang dimuat di Majalah Humor, katanya, dari sekian banyak cita-citanya, salah satunya menjadi seorang kartunis atau komikus. Nantinya dia ingin kuliah di UGM dan mengambil jurusan komunikasi karena seorang penulis novel yang sangat dia sukainya menjadi dosen di sana: Ashadi Siregar, penulis novel Cintaku di Kampus Biru, yang kemudian difilmkan pada tahun 1976, tulisnya besar-besar.
Pada bagian akhir isi suratnya dia menanyakan: Apa rencana dan cita-citaku ke depan? Apakah aku sudah menamatkan novel pemberiannya? Apakah aku pernah menulis cerpen lagi?
Akan kutulis surat balasan untuknya. Cepat-cepat aku bangkit dari tempat tidur. Kenangan masa kecil kembali bermain-main dalam pikiranku ketika aku duduk termenung di depan meja belajar. Sambil menatap lembaran kertas kosong yang kuambil dari bagian tengahnya sebuah buku tulis, aku memikirkan apa yang akan kukatakan kepadanya.