Kelap-Kelip Kunang-Kunang di Telapak Tangan dan Telapak Kaki Kami

Dirman Rohani
Chapter #16

Mencari Harta Karun


Aku menulis surat balasan lagi. Aku mengatakan sangat senang kartunnya dimuat di majalah Humor dan aku akan berusaha beradaptasi dengan kondisiku. Tentu saja aku masih ingat ketika kami diajak Paman Sabar ke sebuah tempat di seberang sungai untuk mencari harta karun. Kenangan mencari harta karun itu akan kujadikan sebuah cerpen, kataku. Lalu aku pun menulis cerpennya dalam surat balasanku.

Pada suatu pagi Minggu, pagi-pagi sekali ketika aku dan temanku sedang bermain badminton di halaman rumahku, Paman Sabar datang dan langsung duduk di bangku kayu di bawah pohon mangga, lalu dia memanggil kami dengan gerakan tangannya. Kami pun segera menemuinya.

“Ada apa Paman?” tanyaku.

Paman Sabar menegakkan jari telunjuk tangan kanannya di depan bibirnya. Sesaat kemudian, setelah menurunkan tangannya berkata dengan suara kecil, “Ini rahasia, janji ya jangan bilang kepada siapa pun.”

“Rahasia apa, Paman?” tanyaku penasaran.

“Paman membutuhkan bantuan kalian berdua,” katanya dengan raut muka serius, “maukah kalian ikut bersama Paman mencari harta karun?”

“Mau Paman!” teriak temanku spontan penuh semangat.

“Jangan ribut kali,” kata Paman Sabar dengan intonasi suara pelan dan tetap kecil.

“Kapan, Paman?” tanyaku lagi dengan agak berbisik.

“Sekarang.”

“Kalau begitu aku pulang dulu, Dra. Ambil teropong,” kata temanku.

“Buat apa teropong. Tugas kalian hanya mengangkat tanah yang Paman gali.”

“Di mana, Paman?” tanyaku penasaran.

“Kalian segera bergerak sekarang ke sungai. Tunggu Paman di sana. Paman pulang dulu ambil pengki, cangkul dan sekop.”

“Ayo kita bergerak, Dra!” Temanku langsung lari menuju ke sepeda BMX-nya. Dia tampak sangat bersemangat dan senang.

“Woi, selow, selow.” Lalu dengan gerakan tangannya Paman Sabar memanggil temanku.

Temanku kembali ke bawah pohon mangga dengan langkah cepat sambil menyebut namanya.

“Paman sudah tahu nama kamu,” kata Paman Sabar, “Selow itu maksudnya perlahan dan jangan gegabah.”

“Kapan kita cari harta karunnya, Paman?” tanya temanku tak sabar.

 “Kalian harus berjanji dulu, ini rahasia, jangan cerita-cerita kepada siapa pun.”

“Janji, Paman,” jawab kami serempak.

“Mantap. Yang penting selow manggis.” Paman Sabar mengeluarkan satu kantong plastik kecil yang dipenuhi buah manggis dari saku besar yang menempel di bagian paha celana loreng zebra yang dipakainya dan memberikannya kepadaku. ”Tadi Paman ambil di kebun.”

“Terima kasih Paman,” ucapku sambil mengambil pemberiannya.

“Ayo kita bergerak!” kata Paman Sabar penuh semangat tapi tetap mengecilkan suaranya. Lalu kami berdua cepat-cepat menuju ke sepeda BMX kami dan Paman Sabar berjalan cepat-cepat ke arah vespanya yang dicagak di luar pagar.

“Akhirnya jadi juga kita ke Timbuktu, Dra!” kata temanku penuh semangat sambil meloncat duduk ke atas sadel sepeda BMX-nya.

“Ada yang lupa kita tanyakan tadi!” kataku ketika kami sedang balapan di jalan yang mengarah ke sungai.

“Tanya, apa?!”

“Jatah kita. Apakah kita boleh mengambilnya beberapa keping.”

“Koin emas di dalam peti harta karunnya?”

Lihat selengkapnya