Kelap-Kelip Kunang-Kunang di Telapak Tangan dan Telapak Kaki Kami

Dirman Rohani
Chapter #31

Kembali Menjadi Sosok Yang Mereka Kenal

Dua hari kemudian ketika kami bertemu lagi di dalam labi-labi yang sama, begitu duduk di sebelahku Gemala berkata, “Dra, kami sekeluarga mau balik ke Jakarta, bapakku pindah tugas lagi balik ke kantor pusatnya yang di sana.”

Aku kaget. Aku menatapnya tanpa tahu harus berkata apa.

“Bulan depan Dra,” lanjutnya sambil menggerak-gerakkan tangannya di depan mataku.

Aku menaikkan tangan kananku ke depan dada, memperlihatkan telapak tangan kepadanya. “Rasanya aku kehilangan butiran keringat di telapak tanganku, La.”

“Itu, masih ada.”

“Nggak lama lagi.”

“Biji buah kingking yang kutanam di pot sudah tumbuh, Dra. Akan kubawa pulang ke Jakarta. Pasti jadi ingat kamu nantinya saat semakin besar dan berbuah di rumahku.”

“Semoga berbuah, La. Agar kamu tetap ingat aku.”

“Ingat, Dra. Mana mungkin lupa.”

Anak-anak sekolah yang lain mulai masuk ke labi-labi, kami pun tidak mengobrol lagi. Kuarahkan pandangan mata ke luar jendela yang terbuka di depanku. Deretan pertokoan di seberang jalan raya tampak seakan-akan sedang bergerak berlawanan arah dengan laju labi-labi. Perasaanku berubah tak menentu. Ketika labi-labi berhenti di stasiun kami langsung turun tanpa saling bicara. Kulangkahkan kaki cepat-cepat menuju ke labi-labi rute sekolahku.

*

Di dalam kelas, aku belum tahu harus mengobrolkan tentang apa dengan teman-teman. Sebenarnya aku sudah memutuskan bahwa mulai hari ini aku akan kembali menjadi sosok seperti yang mereka kenal sebelumnya. Akan kuakhiri hari-hari di mana aku lebih suka menyendiri dan menghindar bergaul dengan mereka. Mungkin aku belum bisa memulainya, pikiran dan perasaanku sedang tertuju pada Gemala. Kami memiliki satu kesamaan. Kami telah melewati hari-hari bersama dan tak lama lagi harus berpisah.

Bel istirahat terdengar. Sesaat kemudian suasana di dalam kelas berangsur sepi. Teman-temanku mulai keluar. Aku masih duduk di tempat dudukku.

“Dari tadi termenung saja Dra.” Terdengar suara Fahrul, teman satu meja denganku. “Ayo Dra, nongkrong di kantin.”

Aku segera bangkit, “Ayo.”

“Serius, Dra?”

“Rul, boleh aku main ke rumahmu pulang sekolah nanti?”

“Ayo, pas kali, Dra. Pohon kelapaku sudah berbuah. Pulang sekolah nanti memang sudah kurencanakan mau kupetik yang mudanya.”

“Mantap, Rul. Enaknya pakai sirup dan es batu.”

“Beres, Dra. Ada di rumah.”

Aku cepat-cepat keluar dan dia buru-buru menyusul. “Sudah jarang gabung sama kita Dra,” katanya kemudian.

“Lagi sibuk,” kataku.

“Kulihat sering ke pustaka kamu, Dra?”

“Baca-baca, Rul. Cari bahan,” kataku spontan.

“Bahan?”

“Buat novel,” jawabku seenaknya.

“Maksudmu, kamu nulis novel, Dra?”

“Iseng-iseng, Rul.”

Lihat selengkapnya