Aku ternyata berhasil menyelesaikan revisiku sebelum pukul delapan pagi. Ini lebih cepat dari targetku! Maka, tanpa membuang waktu, aku segera melesat menuju kampus. Aku menimbang-nimbang tempat rental komputer yang kira-kira bisa mencetak tesisku dalam waktu singkat. Dan pilihan akhirnya jatuh ke sebuah tempat rental komputer di belakang kampus di pinggir jalan.
Rental komputer yang aku tuju berada di bagian ujung di seberang gedung serba guna yang tempat parkirnya sering digunakan para mahasiswa yang membawa kendaraan. Pagi itu, penjaga rental masih berbenah menyiapkan kiosnya. Belum ada pengunjung yang lain. Aku pun masuk ke dalam rental yang juga memakan badan trotoar itu.
“A’, bisa nge-print warna?” tanyaku.
“Bisa, Teh.”
Tanpa membuang waktu, aku pun segera menancapkan flashdisk-ku ke salah satu komputer yang sudah menyala itu dan men-copy file yang akan aku cetak ke harddisk komputer tersebut (dan tentu saja akan aku hapus jika sudah selesai nanti). Aku segera membuka file yang sudah aku ubah ke dalam format PDF dan mulai mencetaknya. Bab empat adalah yang pertama kali aku cetak karena itu yang paling banyak halamannya. Gambar dan foto yang aku cantumkan di bab tersebut membuat kinerja komputer melambat. Maka, aku pun meminta izin untuk menggunakan komputer dan printer lainnya yang masih menganggur.
“Silahkan, Teh,” ujar si akang penjaga rental.
Sebenarnya rental komputer ini bukan yang terbaik. Ada satu yang bagus yang terletak di Jalan Dipati Ukur. Hanya saja, berdasarkan pengalamanku, rental komputer yang bagus, apalagi terkenal, biasanya banyak pengunjungnya. Tak jarang harus antre juga. Jadi, mana bisa “menjajah” dua atau tiga komputer sekaligus?
Komputer yang mencetak bab empat masih bekerja. Aku segera mencabut flashdisk dari komputer tersebut dan memindahkannya ke komputer yang lain. Di komputer yang lain, aku mencetak bab satu hingga tiga yang kalau dijumlah juga sama banyaknya. Bab lima nanti saja. Adapun untuk lampiran wawancara, rasanya cukup aku fotokopi saja. Aku juga harus menghitung jumlah pengeluaran, kan?
Teleponku berdering ketika aku tengah menyusun halaman-halaman yang sudah tercetak. Dari Lanny.
“Mbak, nanti mau ketemu Profesor?” tanyanya.
“Ya,” jawabku pendek. Konsentrasiku masih ke tumpukan kertas.
“Bareng, ya, Mbak,” pintanya.
“OK.” Aku memegang ponsel dengan tangan kiri sementara tangan kananku sibuk menyusun kertas.
Klik. Telepon ditutup. Aku kembali konsentrasi dengan kertas-kertasku.
Aku selesai mencetak tesis sekitar pukul setengah dua belas siang. Berarti waktu untuk mencetak sekitar dua setengah jam karena tadi aku memulainya sekitar pukul sembilan pagi. Tiga jam untuk tiga rangkap. Dikurangi tiga puluhan halaman gabungan antara bab satu dan sebagian bab dua. Mudah-mudahan aku tidak memotong rejeki pemilik rental karena sedari tadi tidak ada pengunjung selain aku. Toh, wajah si ‘Aa penjaga rental langsung sumringah ketika lembaran kertas berwarna merah aku sodorkan kepadanya.
Ponselku kembali berbunyi.
“Mbak, bareng ya, kita ketemu di lobi jurusan aja, ya.” Begitu bunyi pesan pribadi yang dikirimkan Lanny melalui Whatsapp.
“OK.”
Aku lagi-lagi menjawab singkat. Masih sekitar satu jam lagi menuju waktu yang ditentukan Profesor.
...
Pukul 12.55, aku sudah berada di gedung Labtek V dan sedang berjalan menuju ruang Profesor bersama Lanny. Ruangan Profesor sudah terbuka. Ternyata beberapa mahasiswa angkatan 2014 sudah lebih dulu ada di sana. Salah satunya adalah Dina.
“Apa kabar, Mbak?” Dina menyalamiku. “Kapan sidang?” tanyanya.
“Ini baru mau minta tanggal,” jawabku.
Selain aku, Lanny, dan Dina, ada dua lagi mahasiswa angkatan 2014 yang akan mengikuti bimbingan tesis dengan Profesor, serta satu orang mahasiswa program doktoral.
Kami mengobrol dan saling membagi pengalaman dalam penyusunan tesis. Mungkin karena ada banyak orang, kami tidak terlalu merasa jemu menunggu Profesor yang lagi-lagi terlambat. Namun, kali ini keterlambatan Profesor hanya limabelas menit, kok.