Beberapa hari menjelang sidang tesis terakhir, aku merasa hariku lancar-lancar saja. Ada jeda selama empat hari sejak aku meminta tanda tangan Profesor. Copy tesis sendiri sudah aku titipkan ke Lanny yang langsung menyerahkannya ke jurusan keesokan harinya. Ditambah dengan jadwalku yang hari Selasa, aku merasa alurku sangat sempurna.
Aku menghabiskan waktu beberapa hari menjelang sidang dengan bersenang-senang. Tentu saja, draf presentasi sesekali aku tengok sedikit. Namun, aku memilih untuk tidak sering-sering menyentuh tesisku. Ini memang taktik yang aku gunakan untuk menenangkan pikiran.
Tiket kereta ke Bandung sudah di tangan. Aku memilih berangkat pada hari Senin pagi menggunakan kereta api Lodaya Pagi, kelas eksekutif. Emile yang menyuruhku menggunakan kelas eksekutif agar aku bisa rileks sebelum sidang. Hari Senin pagi (dan bukan Senin malam seperti biasanya) pun aku pilih agar aku punya cukup waktu untuk beristirahat seharian penuh sebelum sidang.
…
Senin pagi, aku berangkat ke Bandung. Pakaian formal untuk sidang, laptop, flashdisk, print out untuk pegangan, dan lain sebagainya, semua sudah aku persiapkan secara detil. Jadi, aku tinggal santai-santai saja menumpang kereta pagi kelas eksekutif yang lowong ini.
Sebuah nomor berkepala 022 masuk ke teleponku. Ini pasti dari kampus.
“Halo?”
“Mbak Nadya?” Suara Bu Indri terdengar dari seberang sana.
“Ya,” jawabku.
“Sudah di Bandung?”
“Ini lagi di kereta, Bu.”
“Oh, syukurlah. Saya cuma mau mengingatkan saja,” ujar Bu Indri.
“Apa ada yang masih harus saya lakukan, Bu?” tanyaku.
“Nggak … nggak ada. Tinggal bawa badan sama otak aja.” Bu Indri tertawa.
“Copy tesis ada masalah?” Aku kembali bertanya.
“Sudah diedarkan, kok. Tenang saja. Kamu santai-santai aja, ya. Biar besok tenang.”
“OK, Bu. Terima kasih banyak, ya.”
“Sama-sama.”
Klik.
Telepon ditutup.
Aku menurunkan sandaran kursi dan mulai mencoba bersantai sambil memejamkan mataku. Sennheiser menempel di balik jilbabku. Hentakan Charlie Brown dari Coldplay sangat cocok dengan laju kereta. Berlanjut dengan Summer Paradise-nya Simple Plan yang segera memutar kembali memoriku ketika mengumpulkan data-data di Pantai Baru beberapa waktu yang lalu.