Temanku yang satu ini memiliki nama lengkap Sri Rejeki. Kami biasa memanggilnya Kiki. Ia juga PNS dan mahasiswa penerima beasiswa—di kelas ini separuh mahasiswanya memang PNS. Kiki bekerja di salah satu instansi pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Ia memang orang Yogyakarta. Kuliah S1-nya pun di Yogyakarta, tepatnya di kampus Patih Majapahit.
Kiki adalah mahasiswa yang sangat ahli untuk mata kuliah “Sistem Dinamik”, alias “Dinamika Sistem untuk Pembangunan” yang semester lalu ujian akhirnya cukup ampuh membuat kepalaku pusing. Sebagai informasi, “Sistem Dinamik” adalah mata kuliah yang paling “matematis” di antara mata-mata kuliah yang lain. Dan karenanya menjadi mata kuliah paling sulit karena, yah, tahu sendiri, betapa matematika itu memang momok, tak terkecuali untuk mahasiswa S2 seperti kami. Nah, Kiki ini ahlinya.
Kiki sangat rajin. Seluruh tugas kuliah ia kerjakan dengan baik. Penguasaan software-nya pun di atas rata-rata. Ia pun sering diminta tolong untuk menjadi asisten dosen dadakan di kelas. Pendeknya, Kiki adalah idola untuk mata kuliah “Sistem Dinamik”.
Sayangnya, untuk mata kuliah kali ini, Kiki malah menjadi salah satu mahasiswa yang kerap di-“bully” oleh Profesor. Meski tentu saja bully dalam bentuk bercanda.
Ada dua alasan (menurutku) mengapa Profesor sepertinya senang menjadikan Kiki sebagai sasaran tembak. Pertama, aku menduga ada hubungannya dengan kampus asal Kiki. Sekadar informasi, kampus Kiki termasuk kampus berpengaruh dengan ikatan alumni yang kuat. Sama halnya dengan kampus Dewa Ganesha. Meski sebenarnya tidak bisa dibandingkan secara langsung mengingat konsentrasi keilmuan yang berbeda di antara keduanya, kiprah alumni-alumninya di dunia kerja sama-sama sering menjadi sorotan.
Bukan hanya itu. Dalam pemeringkatan perguruan tinggi, peringkat keduanya seringkali saling susul-menyusul bergantian menduduki urutan satu dan dua. Mungkin—mungkin, lho—itulah yang membuat Profesor begitu senang mengerjai Kiki.
Alasan kedua, terkait dengan daerah asal Kiki, yaitu Yogyakarta. Bukan karena Profesor tidak menyukai Yogyakarta. Hanya saja, ada salah seorang mahasiswa bimbingannya (satu angkatan dengan Emile) yang berasal dari Yogyakarta dan tesisnya hingga kini masih belum selesai. Bahkan, mahasiswa tersebut justru menghilang tidak tahu rimbanya.