Kelas Terakhir

Nadya Wijanarko
Chapter #7

BAB 6 - SEMANTIK

Definisi. Itu adalah salah satu yang sering ditekankan Profesor. Setiap kata, istilah, ataupun konsep yang terlontar: apa definisinya? Dan suatu kali ia pun bertanya kepada mahasiswa: apa itu DEFINISI? Apa DEFINISI dari DEFINISI? (Silahkan buka Kamus Besar Bahasa Indonesia).

Mendefinisikan sesuatu adalah materi yang membuat kepala kami pusing tujuh keliling. Seringkali waktu tiga jam perkuliahan (mulai dari pukul sembilan pagi hingga dua belas siang) habis “hanya” untuk membahas definisi sebuah kata. Bahkan untuk sebuah kata yang sebenarnya cukup umum didengar sehari-hari. Misalnya, kata “pembangunan” yang memang melekat pada program studi yang kami ikuti: Magister Studi Pembangunan. Itu adalah kata yang bahkan mulai dari anak-anak hingga kakek-nenek sering mendengarnya. Namun, di tangan Profesor, pembahasan kata “pembangunan” bisa memakan waktu berjam-jam.

Ditarik ke atas, dijatuhkan ke bawah, diperas intisarinya, dibalik logikanya. Kami serasa tengah menaiki roller coaster seperti yang ada di Mal Trans Studio Bandung. Lalu terhuyung dengan pandangan mata berkunang-kunang seperti orang mabuk.

Dan ketika kami tidak bisa menjawabnya, Profesor selalu menyindir (meski tidak selalu dengan amarah, tetapi jelas nyelekit). Betapa kami ini tidak mengerti Bahasa Indonesia. Lalu keluar lagi keluhannya terhadap perilaku sebagian besar orang di Indonesia.

“Banyak orang yang mengucapkan kata atau istilah tetapi tidak paham artinya,” begitu katanya.

Lebih lanjut, Profesor mengatakan bahwa kami seharusnya diuji Bahasa Indonesia saja pada saat tes masuk dulu, bukan Bahasa Inggris.

“Buktinya kalian memang tidak paham Bahasa Indonesia. Ini memang kejelekan bangsa ini. Orang-orangnya suka mengucapkan istilah yang mereka sendiri tidak paham.” Profesor kembali menyindir.

Pernah suatu kali, seharian kelas hanya membahas perbedaan antara “optimal” dengan “maksimal”. Apa itu “optimal”? Apa bedanya dengan “maksimal”? Apa yang yang dimaksud dengan “optimisasi”? Dan karena seisi kelas tidak ada yang bisa menjawab, Profesor lalu memerintahkan operator roller coaster di Mal Trans Studio Bandung agar segera menurunkan tuas dan membiarkan roller coaster melaju kencang membawa 33 orang mahasiswa berputar-putar: ditarik ke atas, diterjunkan kebawah, diputar-balik, dilempar ke titik tertinggi untuk kemudian ditarik mundur kembali dengan kecepatan tinggi juga. Dan kami pun mendapatkan paket spesial: jika pengunjung biasa cukup diputar satu kali, kami mendapat bonus untuk diputar-putar selama tiga jam penuh!

Ada dua analogi yang digunakan untuk menjelaskan apa itu “optimisasi”. Pertama, menggunakan analogi gadis pingitan sebelum dinikahkan. Pada beberapa budaya tertentu, para calon pengantin dilarang bepergian, bahkan dilarang keluar rumah, hingga hari pernikahan tiba. Alasannya, yaitu untuk menghindarkan hal-hal buruk yang terjadi pada calon pengantin yang bisa berakibat pada batalnya pernikahan.

Kedua, yaitu pengalaman nyata salah seorang mahasiswa yang pernah dibimbing Profesor. Alkisah, mahasiswa tersebut mendapat masalah dalam menyusun disertasinya. Waktu perkuliahan terus diulur hingga akhirnya mendekati batas akhir. Mahasiswa tersebut hanya memiliki dua pilihan: segera menyelesaikan disertasinya, atau dipecat dari kampus Dewa Ganesha. Tentu ia memilih yang pertama. Tugas akhirnya dikebut.

Malapetaka terjadi justru ketika ia hampir menyelesaikannya. Suatu hari, mobilnya dibobol maling. Kacanya pecah dan isi mobilnya habis digasak. Termasuk laptop yang ia gunakan untuk menulis disertasi. Padahal, draf, data, dan semua berkas softcopy yang ia butuhkan untuk menulis disertasi semua ada di sana. Padahal lagi, batas akhir perkuliahan sudah semakin dekat. Untunglah kampus mau bijak dalam menyikapi kasus mahasiswa tersebut. Apalagi kejadian yang dialaminya jelas di luar dugaan. Siapa yang menyangka mobilnya akan dibobol maling dan seluruh data-data penelitiannya ikut hilang? Mahasiswa tersebut kemudian diberikan kompensasi satu semester lagi untuk menyelesaikan disertasinya.

Apa pelajaran yang bisa dipetik dari peristiwa tersebut?

“Hati-hati dengan faktor non-teknis. Selalu back up data. Perkirakan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Jangan sampai gagal justru karena faktor-faktor non-teknis,” pesan Profesor.

Kami pun mengangguk-angguk.

Lalu, apa hubungannya dengan “optimisasi”?

Kami masih belum bisa menjawabnya.

Lihat selengkapnya