Kelas Terakhir

Nadya Wijanarko
Chapter #13

BAB 12 - DOA

Siang itu aku datang ke ruangan Profesor. Sudah ada Nadine yang menunggu di sana. Waktu sudah menunjukkan waktu hampir pukul setengah dua siang. Terlambat lagi dari waktu yang dijanjikan. Profesor memang sangat sibuk, dan semakin lama semakin sibuk saja sepertinya. Namun, bukankah menunggu dosen pembimbing adalah romantika yang hampir selalu dirasakan para mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhirnya? Percayalah, ketika ini semua berakhir, saat-saat seperti ini akan menjadi kenangan indah semasa kuliah.

Untuk mengisi waktu, aku dan Nadine saling bertukar draf. Aku melihat draf Nadine yang memang sudah mengalami banyak kemajuan. Sudah sampai bab tiga. Bab empat masih disusun dan Nadine sepertinya bingung mengumpulkan data lapangannya. Nadine baru mendapatkan satu narasumber dari satu instansi pemerintah.

“Mbak, kalau narasumbernya cuma satu kira-kira cukup, nggak, ya?” tanyanya bingung.

Aku jelaskan, kalau menggunakan metodologi biografi, satu narasumber sudah cukup. Hanya saja, apalah metodologi seperti itu relevan dengan penelitiannya? Aku menyarankan untuk tidak mengambil hanya satu narasumber dari satu instansi. Perlu juga mencari tahu pandangan dari pegawai-pegawai lain, termasuk yang bukan pejabat.

“Pelaksanaan e-government di instansi pemerintah itu jangan hanya dilihat secara normatif, apalagi hanya melihat pernyataan pejabatnya. Perlu juga dilihat bagaimana pandangan pegawai-pegawai di bawahnya. Bilangnya e-govt, tapi jangan-jangan pegawai yang di bawahnya belum siap.” Aku mengemukakan pandanganku.

Nadine mengangguk-angguk sambil membaca drafku yang berantakan.

Aku kadang merasa aneh. Aku bisa lancar memberikan masukan bagi tesis yang dikerjakan orang lain (termasuk tesis Emile tentu saja). Namun, untuk tesisku sendiri, aku justru mandeg. Ini mungkin yang dimaksud dengan “bounded rationality”; karena setiap orang memiliki rasionalitas yang terbatas, dialog dan menerima masukan menjadi sangat penting.

“Maaf, ya, menunggu lama.” Tiba-tiba Profesor melangkah cepat masuk ke dalam ruangan.

Jam menunjukkan pukul 13 lewat 44 menit. Aku dan Nadine segera beranjak ke dalam.

Tanpa basa-basi, Profesor langsung meminta hasil pekerjaan Nadine. Untuk sementara, aku tak diacuhkan.

Nadine kemudian memaparkan yang ia kerjakan selama ini. Termasuk kebingungannya dalam mencari data lapangan. Profesor yang kurang puas dengan jawaban Nadine kemudian memintanya untuk maju ke depan dan menuliskan rancangan daftar isi mulai dari bab pertama hingga lima di papan tulis.

Aku menatap papan tulis dengan pandangan bosan—jujur saja. Dulu, Profesor pernah membahas ini juga. Pendeknya, sih, bab pertama berisi pendahuluan (latar belakang, permasalahan, tujuan penelitian, dan sebagainya); bab dua berisi tinjauan pustaka; bab tiga mencakup metodologi, bab empat memuat hasil dan analisis penelitian; dan bab lima berisi kesimpulan dan saran. Aku sudah hafal di luar kepala.

Toh, aku tetap memperhatikan dengan saksama sambil sesekali mencatat. Lagipula, aku berpikir kalau Profesor meminta Nadine menuliskannya kembali di papan tulis adalah untuk menyegarkan kembali ingatanku yang selama satu semester menghilang.

Lihat selengkapnya