Pukul sepuluh pagi, aku kembali muncul di ruang jurusan dan bertemu dengan Bu Indri yang menyambutku dengan senyuman.
“Gimana kemarin pra tesisnya?” Bu Indri penasaran.
Aku mengacungkan jempolku. “Seru banget!” jawabku.
“Oh, ya?”
“Aku dimarahi Profesor, lho,” laporku bangga.
Air muka Bu Indri sontak berubah. “Dimarahi?”
Aku mengangguk. Aku pun menceritakan yang terjadi di ruang sidang minggu lalu. Tentang laptopku yang mati, proyektor ngadat, judul dibredel, di-bully habis di depan kelas.
“Tapi, Profesor nggak ngomong kasar, kan?”
“Enggak.....biasa aja, kok,” jawabku santai. “Eh, atau akunya yang nggak nyadar, ya?”
Air muka Bu Indri masih menyiratkan kengerian. Sekaligus heran karena aku menceritakan itu semua sambil tertawa-tawa. Namun memang seru, kok. Apalagi ketika aku menampilkan foto artis seksi di depan kelas.
Bu Indri tambah melongo. “Ih, kamu, teh, nekat bener, deh.”
Aku kembali tertawa.
“Eh, iya, apa ada kabar dari Profesor?” tanyaku.
“Profesor udah ngirim SMS ke kamu belum?” Bu Indri balik bertanya.
Aku menggeleng.
“Ya sudah, kamu tunggu aja.”
Aku kemudian mengeluarkan benda yang sedari tadi membuat tasku berat.
“Bu, ini copy perbaikan tesisku. Ada tiga rangkap. Bisa titip di sini, nggak? Jadi, kalo aku dapat jadwal, aku langsung ambil saja,” pintaku.
“Boleh. Sok atuh, titip di saya aja.”
“Terima kasih, ya, Bu.” Aku tersenyum.
“Kira-kira kapan Profesor kirim kabar, ya? Aku kemarin janji menghadap minggu ini.”