KELESAH

Yunita R Saragi
Chapter #5

-3C-

Margie menjemputku di kantor—tentu saja. Aku pasrah pada apa yang terjadi di SJM besok. Warga SJM pasti bertanya-tanya, kenapa aku dijemput mobil sport mewah yang atapnya bisa dibuka dan berwarna kuning? Mobil sport berwarna kuning sangat sulit luput dari pandangan, khususnya di kota Medan. Yang berwarna kuning di sini angkot, bukan mobil mewah. Prediksi yang kuyakini dengan sangat, bisa jadi mobil jenis ini hanya satu di Medan. Margie membuka atapnya kalau kau mau tahu. Menampakkan dengan begitu terang benderangnya manusia yang ada di balik kemudi. Orang itu sama seperti mobilnya, sulit luput dari pandangan, apalagi para wartawan. Mengerikan kau, Margareth Sonya Triamerta! Dari kecil suka sekali menyiksaku. Wartawan mana yang tidak kenal Triamerta Agung, bapaknya Margie?

           “Tutup, Gie.” Sia-sia aku bolak-balik mengatakan itu.

           “Besok pasti banyak orang yang jadi ramah sama kau.”

           Prediksi Margie sama sekali tidak benar. Ibu-ibu di bagian keuangan malah makin sinis kepadaku. Memang, sih disapa beberapa orang yang aku pikir retina mata mereka tidak bisa menangkap sosokku selama ini. Salahku juga yang agak pendiam dan bermuka judes. Aku hanya nyaman banyak bicara kepada orang yang sudah lama kenal saja. Aku dijuluki sebagai anak training yang sombong. Bergaulnya juga milih-milih. Ya, bergaul memang harus memilih sama yang nyaman, kan?

           “Kau siapanya anak Pak Tri?” Bang Joko salah satu wartawan bermulut tajam bertanya tanpa basa-basi.

           “Teman, Bang.”  

           “Kapan-kapan aku wawancara tentang keluarga mereka, ya. Katanya anak pertama mau nerusin jabatan bapaknya, ya?”

           “Aku nggak gitu kenal mereka, Bang. Maaf aku udah terlambat, Bang,” jawabku gugup dan cepat-cepat naik ke lantai dua.

           Mari kembali lagi ke hari di mana Margie menjemputku. Aku terlalu bersemangat menceritakan apa yang terjadi keesokan harinya karena sangat kesal. Sebab dari detik itu orang-orang di SJM percaya bahwa aku bisa bekerja di situ karena channel Papi Tri. Padahal aku benar-benar ikut ujian tertulis dan wawancara. Semua hasil perjuanganku sendiri.

           Acara ulang tahun Margie dimulai jam sembilan malam. Margie jingrak-jingrak dan minum-minum bersama teman-temannya. Teman-teman Margie memberikan kejutan DJ terkenal dari Jakarta. Kenapa dibilang terkenal, sih? Aku sama sekali tidak mengenalnya. Yang terkenal itu Michael Learns to Rock dan The Cranberries.

Aku duduk sendirian saat mereka tinggalkan. Kuminum air mineralku sambil batuk-batuk karena dikepung asap rokok yang putih seperti kabut puncak gunung. Saat itulah aku melihat Frank, membelah kabut asap rokok bagaikan penyanyi jazz yang menyeruak dari balik tirai. Dia tertawa dan berkeringat.

           “Sebentar, aku minum dulu,” katanya pada seorang wanita berpakaian seksi yang menarik-narik dia terus.

           Bukan menggenggam botol air mineral miliknya yang ada di meja satunya lagi, dia malah mengambil punyaku—yang baru saja kuletakkan. Dia berada dalam pengawasanku ketika mengangkat botol itu. Selain memiliki tubuh yang tinggi, Frank juga punya style yang bagus. Gaya rambut dan berpakaiannya mirip Nick Carter BSB. Saat menenggak air dari botol, lehernya terlihat bagus. Bagaimana, ya menjelaskan leher yang bagus itu? Tidak berlemak, tidak telalu pendek, tidak terlalu panjang, tidak juga terlalu kurus sampai-sampai jakunnya seakan-akan bisa menyobek kulit leher kapan saja. Lehernya pas untuk ukuran tubuh dan kepalanya.

           “Nggak ikut ajojing?” tanyanya ramah sambil meletakkan botol air mineralku.

Aku menggeleng. Frank tidak sadar kalau dia minum dari botol yang salah sampai dia kembali menerobos asap dan bergabung lagi menikmati musik racikan DJ yang mereka kenal dari Jakarta. Aku juga tidak berani mengatakannya. Takut dia malu. Sampai kemudian ketika kami sudah jadian, baru aku beritahu dia meminum air dari botol bekas mulutku.

Lihat selengkapnya