KELINDAN

Hilda KiandraAesha
Chapter #5

EMPAT

Luna kesulitan mencari namanya di papan pengumuman sekolah. Bukan salah papannya, tapi tinggi badan Luna yang tidak sampai untuk bisa melihat nama-nama di barisan atas. Hari ini adalah hari pertama kenaikan kelas XI dan Mr. Whisnu, sang Headmaster sengaja menempelkan pembagian kelas di papan pengumuman sekolah, ketimbang mengunggah di website. Menurutnya, menempelkan pembagian kelas di papan pengumaman adalah salah satu tradisi sekolah, yang harus dilestarikan. Bahkan pria paruh baya yang seluruh rambutnya telah memutih itu yang menempelkan sendiri pengumumannya. 

“Ini kenapa sih gak di taro di web aja. Nyusahin deh!” rutuk Luna sambil berjinjit-jinjit berusaha menelaah barisan nama demi nama. Tiba-tiba Luna kehilangan keseimbangan dan bahunya menabrak seseorang yang berdiri di dekatnya.

“Maaf ....” Luna merasa ada yang jatuh ke dasar perutnya. Ia mengedip-kedipkan mata, seolah tidak percaya akan penglihatannya sendiri. Gadis itu seperti melihat karakter Aragorn melompat ke dunia nyata, salah satu karakter favorit Luna di novel klasik ‘Lord of The Rings’. 

Sosok lelaki di sampingnya itu berkulit kecoklatan yang eksotis, dengan tubuh tinggi atletis. Ia memiliki garis wajah yang tegas, rambut ikal kecoklatan dan tatapan mata yang sangat dalam. Kedua pasang mata yang saat ini sedang menatapnya. Luna bahkan sempat membayangkan sosok ini memegang pedang Anduril.

“Aragorn?” bisik Luna. Hah! Apaan sih! Luna tersadar dari khayalannya, dan segera mengambil langkah seribu. Duh, muka gue pasti tolol banget deh! Luna melangkah tak karuan dan lupa bahwa ia belum tahu ia masuk kelas mana. Ia bergegas menaiki tangga menuju lantai dua area kelas XI dengan jantung yang berdetak tak karuan.

“Lunaaaa!” Untunglah ada Marsya di selasar lantai dua, “HP lo mati lagi, ya? Gue WA, kalo kita gak sekelas! Huhuhu!” bahkan dengan wajah cemberut yang dibuat-buat itu Marsya masih terlihat sangat cantik. “Luna!” Marsya merasa sahabatnya itu mengabaikannya.

“Eh iya Sya! Maaf ... Gue kelas berapa ya?” Separuh nyawa Luna agaknya masih tertinggal di lantai dasar dekat papan pengumuman.

“Lo gak sedih, ya, kita ga sekelas lagi? Padahal gue pengen bisa sekelas sama lo dan Kinan, tapi ternyata enggak! Kita bertiga pisah kelas Na! Hu hu hu!” Drama Marysa makin menjadi. Kalau ada Kinan, ia pasti sudah melempari Marsya dengan sesuatu. “Luna!”

“Iya, gue kelas berapa, Sya?” Luna tmasih idak menggubris Marsya.

Lihat selengkapnya