Ia menghitung masa dalam pikirannya sendiri. Sudah berapa lama ia menunggu hal yang tak kesampaian ini. Rindu, itulah tepatnya yang dirasakan hingga menyeret hatinya dalam ruang sepi. Ingin sekali dirinya bisa melihat mata yang seteduh lambaian pohon pada teriknya matahari. Begitu kerasnya hatinya untuk memaksa berharap bisa sekelas dengannya, bercerita mengenai indahnya dunia bersama.
Matanya melirik ke arah pintu untuk menunggu Alena untuk memasuki kelas. Wanita berambut lurus sebahu itu tak kunjung mengunjunginya setelah pembagian kelas. Namaya tidak ada di daftar kelas ini. Entah di kelas mana ia sedang terdampar.
Tak ada sepatah kata pun yang lontarkan pada teman sekelasnya. Ia malu untuk memulai percakapan. Beberapa murid sudah mulai membuat pertemanan di sana, terutama murid laki-laki. Kelly hanya duduk sambil mendengarkan lagu melalui headset yang ia kenakan.
Lagu dari Payung Teduh yang merdu mengisi kekosongan pikirannya saat ini. Kelly menikmati setiap petikan gitar yang menjadi pengiring dari setiap lagunya. Harmoni dengan ritme yang lambat. Ia merasakan angin senyap seakan berayun mengelilingi dirinya. Terasa nyaman oleh melankoli yang disampaikan pada lagu.
"Kelly!" panggil Alena dari pintu kelas. Kelly tak mendengarnya. Ia sibuk dengan lagu yang sedang ia putar. "Kelly!"
Kelly tak merespon. Wanita itu mendekati meja Kelly. Ia mendapati Kelly sedang bersandar santai di tempat duduknya sembari memejamkan mata. Tangannya melepaskan headset yang sedang terpasang di telinga Kelly.
"Kelly, kamu benar-benar tidak dengar," kata Alena.
Kelly membuka mata dan terkejut Alena sedang ada di hadapannya.
"Alena ... Kita tidak sekelas," kata Kelly dengan manja. Wajahnya turun membentuk segurat sedih.
"Iya tidak apa-apa, aku ada di kelas sebelah. Kita telusuri sekolah, Kell," ajak Alena.
"Bagaimana kalau ke kantin?" tanya Kelly.
Alena berpikir sejenak. Ia menatap Kelly. Anak itu memang benar-benar ingin ke kantin. "Ayo."
Kantin sesak oleh murid yang kelaparan. Kelly dan Alena berada dikantin tepat disaat jam istirahat dimulai. Tentu saja kantin sesak dengan para murid sekolah. Kelly dan Alena bersusah payah mencari tempat kosong untuk diduduki. Sementara itu, tangan mereka sudah mulai kedinginan oleh gelas jus yang mereka genggam.
Mata Alena liar menatap kakak-kakak kelas tampan yang melintas di hadapan. Tidak sedikit pun ia mengerjapkan mata dengan pesona yang sedang ia nikmati. Tengelam dalam imajinasi dirinya sendri. Sementara itu, jus yang mereka pesan sudah habis setengah. Alena senyum-senyum menikmati pemandangan kakak kelas tampan.