Kelly Vannesa

JAI
Chapter #4

Tiga

"Hujan tak juga selalu mewarnai, kadang jadi badai bak hati nan terlukai." -JAI

Kaki Alena berdiri di atas pijakan yang ada di roda belakang. Semilir angin menerpa wajah Kelly dan Alena saat melaju di atas sepeda, menembus udara walaupun hanya dengan mengayuh. Cahaya senja yang hangat menuntunnya melaju di jalanan. Tak peduli bagi mereka orang-orang yang melihat, mereka terus berteriak senang kegiranga.

"Inilah nikmatnya bersepeda, Alena," kata Kelly pada Alena. Matanya fokus memadangi jalan di depan.

"Aku tidak mengerti. Aku tidak pandai naik sepeda," teriak Alena sambil membuka tangannya bagaikan berusaha memeluk angin.

Kelly semakin mengayuh kencang pedal sepedanya ke sebuah tempat. Laju sepeda membuat rambut panjang mereka tergerai ke segala arah. Teriakan Alena menandakan dirinya sangat menikmati udara yang menerpa. Orang-orang yang berpapasan dengan mereka hanya memandang aneh dua wanita ini.

Semuanya berakhir tatkala mereka duduk di tribun lapangan sepak bola. Kelly dengan cepat membuka keripik kentang yang sudah ia siapkan sebelumnya. Sementara itu Alena masih terpana dengan pemandangan area olahraga sekolah yang cukup luas.

"Pernah tidak kamu punya orang yang begitu spesial?" tanya Alena tiba-tiba.

Pertanyaan Alena menarik perhatian Kelly. Kelly mengambil secubit keripik kentang yang mereka makan bersama. Bunyi soda yang menggelegar dalam botol minuman cola begitu terdengar menyegarkan.

"Spesial itu relatif. Kedua orangtuaku juga spesial," balas Kelly dengan dingin. Ia tahu apa yang sebenarnya Alena tanyakan.

"Maksudku, seperti orang yang begitu berarti bagi kita. Kita tidak mau lepas darinya walaupun sedetik saja."

Kelly meneguk cola yang dibuka oleh Alena. Ia meraskan kesegaran cola yang menggigit di kerongkongannya. Ia berpikir sejenal untuk mencari jawaban yang tepat.

"Seperti makhluk yang disebut pacar? Hehehe ...." tanya Kelly.

Alena mengangguk. Matanya menatap langit yang bergerak perlahan. Cahaya mentari senja membuat bayangan jingga yang memanjang di awan, menembus serat-serat awan yang lembut. Besar, terang terpantulkan cahaya mentari. Ia tampak takjub dengan pemandangan sekolah jika dilihat dari tribun lapangan sepak bola.

"Ya, bisa jadi. Namun, sepertinya kita masih terlalu cepat memikirkan hal yang dinamakan cinta."

"Pernah ... aku pernah punya orang yang spesial seperti itu. Aku dulu punya sahabat yang selalu ada buatku. Aku tidak punya banyak teman. Namun, dirinya seorang cukup bagiku," kata Kelly.

Lihat selengkapnya