Kepala Nathan terpaku dipangkuan tangan untuk mengabaikan apa yang ada disekitar. Telinganya panas mendengar kicauan yang berasal dari belakang. Murid perempuan yang lain asyik menganggu Nathan yang duduk di sudut ruangan kelas. Hari ini adalah hari pertama sekolah setelah mengurusi semua persyaratan perpindahan sekolahnya. Ia memasang wajah dingin tatkala murid perempuan yang lain mulai melontarkan pertanyaan seputarnya.
Sudah punya pacar? Tinggal di mana? Minta ID LINE, dong! Berkali-kali telinga Nathan menangkap pertanyaan yang sama. Kadang cubitan manja melesat ke pipi Nathan. Ia hanya tersenyum sambil menahan wajahnya yang memerah.
Ia menangkap wanita itu dalam penglihatannya. Wanita dengan bola mata cantik bak pantulan cahaya mentari di birunya air laut. Ombak yang bergulung sepanjang pantai membentuk sebuah lekukan bulu mata yang lentik. Rambutnya tampak kemilau ketika tergerai. Nathan terus menatap gadis yang sudah lama ia tinggal pergi. Tidak terasa ia sudah menjadi gadis manis seperti sekarang. Setahunya, Kelly adalah anak perempuan yang selalu bersemangat tatkala mereka bermain bersama. Badannya selalu saja kumuh oleh debu yang berlengketan. Tidak mencerminkan kepribadiannya yang sekarang.
Waktu merubah Kelly. Enam tahun tak bersua telah merubah kepribadian Kelly di mata Nathan, begitu pula sebaliknya. Nathan juga jauh berubah. Dulu ia hanya bocah yang selalu bergantung kepada anak kecil yang bernama Kelly itu. Selalu merengek sewaktu ada duri yang menancap, maupun menangis tatkala ia terjatuh dari sepeda.
"Nathan langsung populer, yah," kata Felix saat bergabung dengan Alena dan Kelly.
"Bukan sepertimu, menyebalkan," balas Alena. Ia baru saja diperkenalkan dengan Felix oleh Kelly sendiri. Tetap saja ia menjaga jarak setelah kejadian pemotretan atas dirinya dan Kelly. Matanya bergeser kepada Kelly. "Jadi kamu sudah saling kenal dengan Nathan sebelumnya, Kell?"
"Dia teman masa kecilku. Namun, aku tidak tahu kalau orang yang di ruangan itu sebenarnya adalah Nathan," balas Kelly.
Felix langsung menarik bangku dan duduk bersama mereka berdua. "Aku tahu dia sewaktu menolongnya mengurusi berkas perpindahan sekolahnya."
"Sumpah kami tidak menanyakan hal itu." Alena langsung menerobos.
Felix tertawa kecil. Alena tampak sinis jika ia berada di sekitarnya. "Aku hanya memberi tahu."
Mata Kelly melirik Felix. Pria sipit itu memang orang yang menyebalkan, tapi di lain hal ia cukup menyenangkan. Felix adalah orang yang mudah untuk diajak bicara. Bahkah terlalu cerewet untuk ukuran laki-laki sepertinya. Andai saja ia sedikit pendiam, ia mungkin terlihat keren dengan wajah tampan seperti itu.
"Maaf, waktu itu aku kasar sama kamu," kata Kelly. Nadanya terdengar rendah karena teringat betapa kasar dirinya sewaktu itu.
"Hei, ada apa dengan kamu, Kell?" protes Alena.
Felix menatap kepada Alena dengan ekpresi kemenangan. "Tidak apa-apa. Aku maklum saja karena sudah mengerjai kalian. Aku juga minta maaf."
"Oke, aku juga," kata Alena mengalah.