Kelly Vannesa

JAI
Chapter #16

Lima Belas

Kebencian membuat seseorang rapuh dan bangkit dalam waktu yang bersamaan. Memang, kebencian itu membuat semangat itu bangkit dalam tidurnya. Namun, di sisi lain kebencian merapuhkan hati yang merasakan. Kerapuhan yang hanya bisa didapat tatkala terlalu lama berkutat dengan kebencian itu.

Andai saja luka itu bersuara, merintih bersamaan dengan kebencian yang dirasakan. Luka yang merapuhkan di setiap sisi hati yang tak luput dengan adanya sedih sendu. Luka yang tersayat tidak mengering, tidak habis darah yang menjadi nanah, luka terus menyentuh perih. Andai saja luka itu bersuara, tentu saja setiap orang dapat mengerti betapa pedih yang dirasakan.

Nathan baru saja membuka gerbang halaman rumahnya, terdengar berdecit tatkala digerakkan. Samar-samar terdengar pula goncangan keranjang sepeda. Suara itu berasal dari jalanan beraspal. Benar saja, ia menoleh dan mendapati Kelly sedang melintas dengan sepeda warna merah muda dengan ban yang hitam pekat. Ia melintas laju tanpa memedulikan

"Kell─" Nathan tercengang. Kelly bahkan seperti tak menyadari bahwa Nathan sedang memanggilnya. "Ah, sudahlah."

Gemerincing bunyi kunci rumah Nathan terdengar di saat ia memutarnya pada lobang kunci. Nathan membuka pintu, tapi ia terhenti sejenak. Wangi rumahnya tak lagi berwangikan kayu, melainkan wewangian parfum yang tidak ia kenali. Matanya memandang ke lampu rumah yang menyala. Setahu Nathan, ia tidak pernah menyalakan lampu rumah sebelum pergi ke sekolah.

Tangannya meraih tongkat baseball di balik pintu. Kakinya melangkah perlahan mengikuti aroma wangi parfum yang semakin kuat. Nathan mengedarkan penglihatannya. Ia mendapati pintu kamarnya sedang terbuka. Insting-nya semakin kuat bahwa seseorang tengah menyusup ke dalam rumanhnya.

Nathan membuka pintu itu dengan cepat. Genggaman tangan Nathan semakin kuat tatkala ia melihat seorang pria bertegak pinggang di salah satu lukisan yang ia buat. Pria itu berbalik diri. Nathan seakan mengenal sorot mata itu. Wajahnya lima tahun lebih tua dari dirinya, rambut klimisnya berpadu dengan brewok tipis yang menyatu dengan kumis, dan ingginya hampir sama dengan tinggi Nathan.

"Easy, Nath. It's me, your brother. Kamu kira aku tidak melihat cara kalian masuk ke rumah lewat jendela. Ternyata benar-benar berguna," katanya dengan ringan. Sebelah bibirnya melebar kepada Nathan.

Lihat selengkapnya