Kelompok Sagitarius

Topan We
Chapter #6

Ratu Sadiyah

Ratu Sadiyah selalu dikenal sebagai perempuan yang tidak banyak bicara. Tatapannya lembut, suaranya tenang, dan geraknya rapi seperti seseorang yang sudah lama terbiasa hidup dalam pola teratur. Dalam rumah kecil mereka di pinggir kota Serang, ia terlihat seperti istri ideal, setia, bersih, dan tidak pernah menuntut apa pun dari Lukman.

Minggu pagi itu, ia sedang menuang teh ke cangkir Lukman. Uap panas naik pelan, menciptakan kabut tipis antara wajah mereka.

Namun, ada sesuatu di mata Ratu… sesuatu yang tidak pernah ditangkap Lukman, karena ia selalu pulang terlalu lelah untuk memperhatikan.

“Kang pulang jam berapa nanti malam?” tanya Ratu lembut.

“Belum tahu,” jawab Lukman tanpa menatapnya. "Nanti aku kabari, yah."

Ratu mengangguk. Tangannya tetap bekerja, seolah jawaban itu sudah sangat biasa ia dengar.

Lukman bangkit, mengambil jaket, lalu menepuk bahunya. “Jangan tunggu aku sampe larut yah. Kamu harus istirahat.”

Ratu tersenyum. “Iya, Kang.”

Pintu menutup. Sunyi.

Lalu, perlahan, senyum lembut itu menghilang.

Ratu berjalan ke ruang tamu. Ia menatap ponsel Lukman yang tertinggal di meja, atau…sengaja ditinggalkan?

Tidak. Lukman bukan orang ceroboh. Ia tak pernah lupa membawa ponselnya. Tapi Ratu juga bukan tidak tahu. Lukman selalu berganti-ganti ponsel. Hampir setiap satu Minggu sekali, atau bahkan hanya hitungan beberapa hari ia bisa ganti ponsel. Namun ia sama sekali tidak pernah mempermasalahkannya.

Ratu duduk perlahan, seperti seseorang yang sudah menunggu waktu yang tepat bertahun-tahun. Ia mengambil ponsel itu. Satu pola kunci, dua pola, tiga pola…

Layar terbuka. Namun tiba-tiba. Ponsel itu mengeluarkan asap. Karena Ratu terkejut, ia pun melemparnya. Dan seketika ponsel itu mengeluarkan bunyi letusan kecil saat terbanting ke lantai. Ponsel kemudian mati total.

Ratu kemudian panik hebat. Ia khawatir ketika Lukman kembali, ia akan dimarahi suaminya itu, karena telah merusak ponsel miliknya.

Namun, sejak kejadian aneh tadi, Ratu justru malah semakin curiga kepada pekerjaan suaminya, yang akhir-akhir ini tampak seperti menyembunyikan sesuatu kepada dirinya.

Ratu kemudian pergi ke ruang kerja milik Lukman. Disana ia menggeledah sesuatu yang bisa ia temukan sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang selama ini hadir di kepalanya. Di sebuah laci kecil, meja yang berada di pojok samping lemari, ia menemukan beberapa informasi dan dokumen-dokumen yang tersusun berantakan. Ia mulai membukanya satu persatu.

Di dalam dokumen tersebut ada ratusan foto rumah kosong, gedung-gedung tua, dan jalur transportasi yang tampak seperti rute pelarian, dengan warna hitam putih, seperti hasil cetakan fotokopi. Tidak ada wajah Lukman di sana. Tidak ada wajah siapa pun. Hanya ruang-ruang bisu yang sepertinya menyimpan rahasia yang begitu berharga.

"Kang… apa yang sebenarnya kamu lakukan?"

Ia membuka sebuah lembaran baru yang halaman pertamanya bertuliskan:

“S A G I T A R I U S - 1"

Di dalamnya ada catatan teks berupa potongan kode, koordinat, dan nama-nama orang yang sama sekali tidak pernah ia dengar dan kenal sebelumnya.

Di lembar berikutnya, ia juga menemukan sebuah gambar seperti spektrum elektromagnetik yang dibawahnya tertulis angka seperti durasi percakapan atau entah apa: 08.05 - Jilid 1993.

“Tampaknya subjek "1" telah mematuhi jadwal infiltrasi. Pemantauan tahap dua akan dilakukan setelah pemberian sinyal."

Ini bukan pekerjaan seorang guru honorer seperti yang Ratu ketahui selama ini. Ratu menutup ponsel, berdiri, dan mulai mengatur napas. Ia tidak marah. Ia tidak terkejut. Karena sebenarnya ini bukan pertama kalinya ia melihat hal semacam itu.

Yang membuatnya gelisah adalah… pola yang ia temukan akhir-akhir ini semakin mirip dengan pola yang ia lihat beberapa lalu, ketika dunia mereka hampir hancur.

Siang hari, Ratu berjalan ke pasar. Semua orang menyapa dengan ramah.

“Neng Ratu, cantik sekali hari ini.”

“Kang Lukman mengajar?”

“Kapan punya anak, Neng?”

Ratu hanya tersenyum dan menjawab sewajarnya.

Lihat selengkapnya