Keluarga Darayan, Misteri Rumah Gadai

Oleh: Sisca Wiryawan

Blurb

"UH UH UH!"
Perempuan tunawicara (50 tahun) itu menggerak-gerakkan kedua tangannya dengan resah. Matanya tampak panik. Bahkan, ia menghentak-hentakkan kaki. Ia bertingkah aneh seolah-olah melarang Ima Darayan (27 tahun) untuk memasuki rumah tua bercat ungu tersebut.

Bau apek menguar tajam dari dalam rumah tua tersebut. Ima menyalakan saklar lampu. Tampak dinding-dinding lembab yang diselimuti hifa jamur. Di sana sini lumut membayang.

KRIEEET! Bunyi bambu penopang genteng yang tertiup angin itu menimbulkan perasaan mencekam. Sebagai orang kota, Ima tak terlalu mempedulikan takhayul. Tapi harus ia akui, bulu kuduknya merinding melihat rumah yang kosong melompong ini. Apakah rumah ini berhantu?

Ima sangat tak menyukai rumah tua yang tak terawat ini. Kesan rumah gadai ini muram seolah-olah semua kesedihan di alam semesta tersedot ke dalam rumah tersebut. Atap di teras samping menjuntai dengan merananya. Dinding luar rumah bercat ungu muda yang terkelupas di berbagai spot. Ia benci lorong temaram yang menghubungkan ruang tamu menuju ruang belakang yang terdiri dari ruang dapur dan ruang mandi. Alangkah seramnya jika ingin buang air kecil saat tengah malam! Tata ruang yang berkelok-kelok tak nyaman seperti labirin dengan rahasia pada setiap sudutnya.

Pak Darayan, ayahnya Ima, menyesali kecerobohannya hingga tempat tinggalnya disita oleh PT Cahaya, perusahaan elektronik tempat ia bekerja. Ia ditipu oleh rekan kerjanya, Aldo yang sangat cerdik. Tanpa prasangka apa pun, ia menandatangani dokumen perusahaan yang menjeratnya dalam masalah penggelapan uang. Walaupun Aldo yang menggelapkan uang perusahaan, tapi hal itu merupakan tanggung jawab Pak Darayan. Tak ada bukti yang cukup untuk menuntut Aldo.

Dika Darayan, adik Ima, menanggapi keputusan ayahnya untuk menghuni rumah gadai ini dengan berat hati. Tidak hanya usang, rumah ini lokasinya sangat jauh dengan pusat kota. Bu Darayan pun gusar dengan suaminya yang gila hormat hingga jatuh melarat.

Rumah gadai ini terkenal angker setelah pemiliknya, Pak Amar, meninggal dunia secara mendadak. Alam, anak laki-lakinya, muntah darah ketika tinggal di rumah itu. Pak Dion, penerima rumah gadai sebelum keluarga Darayan pun hampir bunuh diri karena depresi. Padahal Pak Dion merupakan warga asli area ini sekaligus kepala dusun. Kabarnya, rumah gadai ini dihuni banyak makhluk mistis!

Ima tidak mengerti mengapa gangguan mistis terus melanda keluarganya sejak tinggal di rumah gadaian tersebut. Ia melihat kunti dan tuyul. Bu Darayan melihat penampakan roh halus terus-menerus. Dika mendengar senandung dan cekikikan kunti saat Magrib.

Sudah 3 bulan ini Ima mengalami gangguan haid berkepanjangan menorrhagia. Haidnya baru berhenti setelah 10 hari. Itu pun harus dibantu dengan minum susu jahe hangat. Dika mengaku melihat genderuwo bermata merah yang mengintip di jendela ruang keluarga saat tengah malam. Mungkinkah genderuwo tersebut yang mengganggu Ima karena Ima senang berjalan menyusuri lereng Gunung Halimun Salak.

Bu Darayan sangat ketakutan tinggal di rumah gadaian tersebut. Tapi, ia tak punya uang untuk pindah. Apalagi Bu Amar terus-menerus menyebarkan isu bahwa keluarga Darayan penipu sehingga tinggal bersembunyi di lereng gunung.

Ima yang jengkel dengan situasi pelik yang menimpa keluarganya, menyusuri tepi Sungai Cisadane. Ia malah terpeleset dan kepalanya terantuk batu. Dalam keadaan setengah sadar, ia melihat puluhan pasang mata seperti senter hijau, mengerumuninya.

Puluhan harimau jadi-jadian menampakkan diri dan bermain dengan Ima. Ketika mendengar bunyi patahan ranting, kelompok makhluk mistis tersebut segera melarikan diri ke atas bukit. Kemudian, Alam menemukan Ima yang terluka dan membantunya.

Alam jatuh hati pada Ima, tapi Ima enggan mengakui perasaannya yang juga tertarik pada Alam karena berbeda dengan Ima yang lulusan S1 Bahasa Inggris, Alam hanya lulusan SD! Selain itu, Ima tak menyukai Bu Amar, ibunya Alam yang angkuh dan materialiatis.

Tatapan mata Alam selalu melankolis. Ia sering terkenang pada Fira, kakak perempuannya yang lebih tua tiga tahun darinya. Fira hilang 5 tahun yang lalu setelah meminta izin hendak membeli jagung langsung ke Pak Ali, petani jagung di atas bukit.

Setelah 3 bulan menghuni rumah gadai tersebut, Pak Darayan meninggal dunia. Kulitnya gosong. Tubuhnya tinggal tulang dibalut kulit. Roh halus Pak Darayan gentayangan dan mengganggu keluarganya. Siapa yang tak ngeri menghadapi pocong gosong atau pun kepala terbang yang mengancam hendak menggigit?

Ima menemukan kerangka Fira dan bayinya di mulut sungai bawah tanah di lereng Gunung Halimun Salak. Siapa yang membunuh mereka? Di area tersebut Ima kembali bertemu dengan kelompok harimau jadi-jadian. Mereka melompat keluar dari berbagai celah gua. Bunyi raungan menggelegar saling bersahut-sahutan. Kemudian, mereka berteriak, "PERGI!"

Lihat selengkapnya