Keluarga Darayan, Misteri Rumah Gadai

Sisca Wiryawan
Chapter #7

Bab 6 Teman


Sumber gambar: pixabay.com.


"Satu-satunya hal yang kuinginkan ialah teman."

-Casper.

________________________________________

 

KRESEK!

 

 Apa itu? Ada sesuatu yang berwarna putih berkelebatan di halaman Bu Pia, tetangga sebelah rumah yang tunawicara. Dika yang sedang mengangkat jemuran menjelang Magrib, menghentikan aktivitasnya. Ia beringsut mendekati pagar bambu yang membatasi area rumah gadai ini dengan area Bu Pia.

 

 Sosok misterius itu menampakkan diri di antara tanaman singkong. Dika tak bisa melihat jelas karena wujudnya tampak samar-samar. Bocah cilik-kah? Tapi, mana mungkin ia manusia. Gerakannya begitu cepat seperti Flash, superhero yang secepat kilat. Perubahan posisinya tampak dari daun-daun tanaman singkong yang tersibak. Lalu, ia menghilang. Sedetik kemudian, ia menampakkan diri kembali di sudut halaman. Sosok mungil tersebut tampak jongkok menghadap kolam ikan nila. Lalu, ia kembali menghilang. Dalam sekejap kolam tersebut bergolak dan berbuih seperti ada yang mengaduk. Beberapa ikan nila yang berusaha melarikan diri, melambung ke luar permukaan kolam. Ikan-ikan nila tersebut menggelepar panik di sisi kolam bagaikan tarian kematian tanpa henti.

 

NYAM! NYAM! NYAM!

 

Terdengar bunyi gigitan. Bunyi gigi tajam mengoyak daging. Ikan-ikan nila yang melayang di atas permukaan kolam tersebut tercabik-cabik. Darah dan serpihan daging berhamburan disambut oleh mulut-mulut menganga ikan nila yang menunggu tak sabar di dalam kolam. Ugh, kanibalisme! Tulang-tulang ikan yang melayang di udara, berjatuhan ke dalam kolam yang menjadi saksi bisu pembantaian tersebut. Dika mengernyit. Makhluk apa yang menyantap ikan-ikan nila milik Bu Pia? 

 

 “HUWAAA!!!” teriak Dika ketika sepasang matanya yang beriris cokelat muda hampir beradu dengan sepasang mata cekung beriris sekelam malam. Lingkaran hitam kebiru-biruan mengelilingi mata makhluk tersebut. Wajah sepucat kertas tersebut dihiasi bibir pucat kebiru-biruan. Urat-urat saraf kebiru-biruan tampak di sekujur tubuhnya yang kusam. Makhluk tersebut hanya memakai sepotong kain putih kumal untuk menutupi auratnya.

 

"TU…TUYUL! ADA TUYUL!” teriak Dika dengan napas terengah-engah. Ia melangkah mundur hingga jatuh dalam keadaan duduk. Tapi, tuyul yang penuh percaya diri tetap memburunya.

 

Bocah berkepala gundul tersebut menyeringai dan memamerkan gigi taringnya. Ia merangsek maju dengan gerakan mengancam seolah-olah akan menggigit leher Dika. 

 

“PERGI! JANGAN DEKATI AKU!” seru Dika ketakutan.

 

Dika terjerembab ketika melarikan diri. Karena terlampau takut, ia pun meninggalkan jemurannya begitu saja. Biar Bapak saja yang mengangkatnya. Bapak kan sudah terbukti disukai kunti. Tentu tuyul pun menyukai Bapak. Jangan kejar diriku yang imut ini, pikir Dika egois.

Lihat selengkapnya