Keluarga Darayan, Misteri Rumah Gadai

Sisca Wiryawan
Chapter #14

Bab 13 Please, Lady First


Sumber gambar: pixabay.com.


Ladies first.

-Chanda Hahn, Fable (An Unfortunate Fairy Tale, #3)

_____________________________________

 

         Dika menatapku dengan pandangan menghipnotis. “Kak, please, lady first.”

 

         Aku menyipitkan mata. “Bukankah tugas laki-laki menjaga saudara perempuannya?” Aku sengaja menekankan kata perempuan dengan nada setinggi 7 oktaf. 

 

         Bukannya menjawab keberatanku, ia malah membungkukkan tubuhnya yang setinggi 175 cm tersebut dan mempersilakan aku untuk berjalan terlebih dahulu. Aku pun memutar kedua bola mataku sembari menghela napas. Apakah aku harus merasa senang dengan perlakuan istimewa ini? 

 

  Aku menyusuri lorong menuju dapur dengan perasaan gundah. Kakiku serasa diganduli bola barbel seberat 100 kg. Aku yang awalnya tak mempercayai dunia mistis, sekarang harus berhadapan dengan segala makhluk halus yang rajin menampakkan diri. Kapan kalian libur besar?

 

   Dika membuntutiku dengan langkah berjingkat seperti kucing. Ia hampir menempel di punggungku. Hembusan napasnya terdengar begitu jelas. Ia pun sama sepertiku. Tegang!

 

         Semakin mendekati dapur, semakin tak keruan hatiku. Aku pun mempersiapkan diri untuk menghadapi hal paling mengerikan. 

 

         Suasana dapur masih sama seperti saat kutinggalkan. Piring kotor yang menumpuk di sebelah wastafel. Baskom merah muda ada di atas meja kecil yang terletak di sudut dapur. Aku merinding ketika melihat kursi yang tadi diduduki oleh makhluk halus yang menyamar menjadi Bapak.    

         

   “Kak, dada ayamnya masih ada,” ujar Dika yang keluar dari tempat persembunyiannya di punggungku. Ia menunjuk baskom merah muda yang berisi beberapa potong dada ayam.

 

   “Iya,” jawabku perlahan. Aku pun menghitung jumlah dada ayam dengan kritis. 

 

     “Kurang tidak dada ayamnya?”

 

     Aku menggelengkan kepala. “Benar. Ada 7 potong dada ayam.”

 

   Dika pun berjalan mengelilingi ruang dapur yang kecil tersebut. “Tak ada yang aneh.”

 

     “Aku tak berbohong.”

 

   “Siapa yang menuduh Kak Ima berbohong? Aku hanya ingin menemukan benang merah dari segala kasus mistis di rumah gadai ini.”

 

  “Untuk menyelidiki hal tersebut, kau harus berbincang dengan para tetua desa ini. Kau kan disukai mereka.”

 

   Dika menyeringai. “Ya, aku akan bergosip habis-habisan. Ada apa dengan rumah gadai yang misterius ini? Apa rahasia besar di balik kunjungan berbagai makhluk halus?”

 

     “Temani aku menggiling dada ayam ini?”

 

   “Boleh. Tapi aku order cokelat panas 1 gelas besar.”

 

Lihat selengkapnya