Keluarga Darayan, Misteri Rumah Gadai

Sisca Wiryawan
Chapter #19

Bab 18 Senter Hijau


Sumber gambar: pixabay.com.


Setiap pertemuan terjadi pada momen berharga. Biasanya, ketika itu berdampak sangat besar pada kehidupan kita.

-Nadia Scrieva, Fathoms of Forgiveness (Sacred Breath, #2)

_____________________________________

 

   Bak pencahayaan di panggung, senter-senter hijau tersebut melayang di udara dan berkedip-kedip begitu indah seperti isyarat lampu mercusuar. Mereka mengelilingiku seolah-olah aku bintang utama pertunjukkan teater alam terbuka.

 

   Ketika menyadari senter-senter hijau yang menyorot ialah puluhan pasang mata sebesar bola tenis, aku pun terpesona bercampur ngeri. Manik-manik mata hitam menatapku dengan penasaran dan ragu.

 

   Puluhan harimau jadi-jadian menjelma serentak. Aku yang tergeletak tak berdaya di tepi Sungai Cisadane hanya bisa gemetar ketika beberapa harimau jadi-jadian bertubuh besar dan kecil mengendus sekujur tubuhku dengan seksama. Seekor harimau yang sangat kurus hingga terdiri dari onggokan tulang berbalut kulit saja, menyeruak kawanan makhluk mistis tersebut. Ia menabrak harimau mana pun yang menghalangi dengan serampangan. Desisan marah terdengar di mana-mana. 

 

  Dengan manja, harimau kurus kering tersebut menyorokkan kepalanya yang besar. Ia mendengus dengan riang seolah-olah aku teman sepermainannya yang lama tak bersua. Kedua matanya yang berbinar dan tubuhnya yang bergerak lincah mengingatkanku pada Si Loreng, tokoh harimau belang di kisah beruang Winnie the Pooh. Aku pun menjawab permohonan tersirat pada kedua mata hijau neon tersebut. Kupeluk ia sangat erat hingga ia terengah kegirangan. Dengkurannya sehalus beludru. Bulunya terasa hangat dan lembut seperti boneka wol. Untuk sejenak, kulupakan bahwa ia dan kelompoknya merupakan makhluk mistis. Mungkinkah salah satu dari mereka yang menolongku ketika aku hampir tenggelam di Sungai Cisadane akibat hantu sasamakan?

 

   Aku baru menyadari masalah pelik menanti di hadapanku. Harimau jadi-jadian bertubuh terbesar di kelompoknya, berdiri membusungkan dada dengan angkuh di hadapanku. Alam menjadi saksi raungannya yang menggentarkan hati. Begitu ia mendekatiku, harimau-harimau lainnya merunduk dan menjauhi kami berdua. Pastilah ia Sang Pemimpin!

 

    Sepasang mata hijau yang penuh wibawa tersebut membuat diriku membeku ketakutan. Auranya membuat diriku terasa semungil semut. Setiap detiknya, ia semakin memperkecil jarak antara kami berdua. Aku bisa merasakan hembusan napasnya yang hangat. Aku pun merintih ketakutan ketika menyadari ia membuka mulutnya lebar-lebar dan memamerkan taringnya. Ajalku sudah tiba. Aku tak menyangka aku akan mati dibunuh oleh makluk mistis. Lepas dari hantu air sasamakan, aku masuk ke mulut harimau jadi-jadian. Kupejamkan mataku.

 

    Satu menit. Dua menit. Tiga menit. Tak ada yang terjadi hingga membuatku heran. Apakah makhluk mistis tersebut mengurungkan niat membunuhnya dan pergi begitu saja?

 

    Ketika kubuka kedua mataku perlahan, aku terkejut wajah sang pemimpin harimau jadi-jadian masih berada tepat di depan wajahku. Aku merintih ketika ia menjilat dan membersihkan luka di pelipisku. 

 

KRAAAK!!!

 

Lihat selengkapnya