Keluarga Darayan, Misteri Rumah Gadai

Sisca Wiryawan
Chapter #24

Bab 23 Gangguan


Sumber gambar: pixabay.com.


Suatu hal tidak pernah berjalan salah saat kau mengharapkannya. Ketika kau sungguh-sungguh rileks dan melupakan potensial bahaya, maka terjadilah hal buruk.

-C.K. Kelly Martin, I Know It's Over.

____________________________________

 

               Ugh, pria tak dikenal itu memelukku erat-erat dari belakang. Aku tak kuasa melepas rangkulannya. Tiba-tiba aku merasakan riak yang menjalar dari bawah perutku hingga ke sekujur tubuhku. Desiran ganjil yang membuat detak jantungku bertambah kencang, melanda seperti tsunami yang mengamuk.

 

               “TIDAK! AKU TAK MENGINGINKAN HAL INI,” jeritku tanpa sepatah kata pun yang terucapkan. Lidahku membeku.

 

               Aku terus meronta tanpa hasil. Tapi, pria itu mengunciku dalam belenggu. Desah napasnya yang memburu, membuatku bertambah panik.

 

    Ledakan rasa menghantamku seperti meteor. Aku pun terbangun dengan peluh membasahi keningku. Kulirik jam dinding yang menunjukkan tepat tengah malam.

 

               Sungguh mimpi aneh yang mengerikan. Mimpi itu menghantuiku sehingga aku baru bisa terlelap dua jam kemudian. Itu pun setelah aku melakukan Shalat Tahajud dan membaca ayat pengusir hantu berulang kali.

 

***

               Keesokan paginya, aku terbangun dengan perasaan jengah. Aku masih mengingat mimpi memalukan saat tengah malam tersebut. Apakah ini mimpi basah? Bukankah mimpi basah hanya dialami oleh pria? Jika mimpi yang kualami bukan mimpi basah, apakah aku diganggu genderuwo? Atau, lampor? Atau, keduanya? Aku sungguh bingung. Saat masih tinggal di pusat Kota Bogor, aku tak pernah mengalami gangguan mistis berturut-turut seperti ini.

 

               “Ima, kau sudah bangun?” Tanya Ibu yang berdiri di luar pintu ruang tidur.

 

               “Iya, Bu. Aku baru saja bangun.”

 

               Ibu pun masuk ke dalam ruang tidurku sembari membawa nampan sarapan. “Kau minumlah lagi segelas air rebusan daun sirih ini. Ibu juga sudah menambahkan segenggam kacang hijau dan 3 butir cengkih. Ramuan ini bagus untuk mengatasi masalah kewanitaan.”

 

               Aku pun terpaksa mereguk habis cairan tersebut. Walaupun tak pahit, tapi rasa daun sirihnya menyengat. Untuk mengobati rasa herbal yang tak enak itu, aku segera meminum cokelat panas kesukaanku.

 

               “Setelah sarapan telur rebus ini, kau harus rebahan.”

 

               “Tenang saja, Bu. Akhirnya, menstruasiku berhenti.”

 

               “Jangan gegabah! Jika darah menstruasimu deras lagi, rahimmu harus diperiksa,” tegas Ibu. “Saat itu juga kau tak mematuhi larangan Ibu untuk tak naik ke lereng saat menstruasi hari ketiga hingga kau mengalami menstruasi berkepanjangan.”

 

               “Aku ingin beli bakso di atas lereng.”

 

               “Ibu juga bisa membelinya sendirian. Genderuwo di hutan jati tersebut mengikutimu.”

Lihat selengkapnya