Keluarga Darayan, Misteri Rumah Gadai

Sisca Wiryawan
Chapter #32

Bab 31 Kepala?


Sumber gambar: pixabay.com.


Balas dendam mungkin kejam, tapi itu alami.

-William Makepeace Thackeray, Vanity Fair.

______________________________________

 

  “Bu… Ibu… televisi di ruang tidur Almarhum Bapak menyala. Apakah pencuri?” Tanyaku.

 

  “Biarkan saja suara televisi itu! Yang penting kita tetap berada dalam ruang tidur ini.” 

 

   Dengan jantung berdebar, aku pun turun dari tempat tidur. Kemudian, aku menutup dan mengunci pintu secepat kilat. 

 

   Tiba-tiba pintu digedor. DUG, DUG, DUG!

 

   “Kak Ima?” 

 

  “Dika? Bukannya kau menginap di rumah temanmu?” Tanyaku heran. 

 

  “Kak Ima.”

 

  Benar, itu suara Dika. Selanjutnya, aku menoleh pada Ibu untuk meminta persetujuan. Karena Ibu menganggukkan kepala, aku pun membukakan pintu. Alangkah terkejutnya aku! 

 

 Kepala Almarhum Bapak yang gosong, melayang-layang di udara. Jarak kepala tersebut dari lantai setinggi 1,7 meter. Aku pun langsung membanting pintu.

 

 “Bu, itu kepala Almarhum Bapak. Suaranya persis suara Dika,” bisikku ketakutan.

 

  Ibu yang duduk di tempat tidur, melambaikan tangan kanannya padaku. Mendapat isyarat tersebut, aku beringsut naik ke tempat tidur.

 

 Mengapa sih makhluk mistis mengetahui jadwal hidupku? Seperti spy, qorin mengetahui malam ini hanya ada aku dan Ibu di rumah gadai ini.

 

 Sesekali terdengar bunyi gedoran pintu dan suara Almarhum Bapak yang berbisik parau, “Dika…Dika ...”

 

 Aku dan Ibu saling berpandangan. “Tuh, benar kan, Bu! Sebenarnya yang dicari itu Dika.”

 

 Akhirnya, aku dan Ibu semalaman tak tidur. Kami melantunkan ayat-ayat suci. Walaupun tak ada bunyi gedoran pintu, kami tak berani mengambil risiko. Saat jam 6 pagi baru kami berani membuka pintu.

 

***

               “Dika, apa yang kau lakukan pada jenazah Almarhum Bapak sebelum dimakamkan?” Tanyaku sembari menunjuk hidung Dika yang mancung. Kedua mataku menyipit untuk memastikan perubahan ekspresi Dika.

 

               “Apa sih pagi-pagi Kak Ima sudah korsleting? Aku baru pulang juga.” 

 

               “Jangan mengelak! Aku tahu saat kau berbohong, cuping hidungmu akan bergetar.”

 

               Dika mendesah. Ia pun duduk manis di kursi teras. Ekspresi wajahnya seimut koala. “Maksud Kakak itu apa?”

Lihat selengkapnya