Keluarga, Ideologi, dan Elegi

Dodi Spur
Chapter #1

Prolog

Ada manusia-manusia rentan seperti dia, yang begitu rindu akan kehangatan, bukan hangatnya matahari di pagi hari, atau nyala api unggun di malam kabut. Hanya sebuah keluarga. Tempatnya pulang, tempatnya didengar, tempatnya menangis tanpa tertahan.

**

Beberapa bulan terakhir kondisi tubuhku terasa demikian ringkih. Hidupku rasanya hancur berkeping-keping ketika sebuah vonis dijatuhkan atas diriku. Seringkali di dalam tidurku aku bermimpi terbangun di suatu tempat yang asing dan begitu jauh. Aku terlentang dan memandang langit yang hampir selalu berwarna abu-abu di ladang luas tak terjamah, sementara rumput di sekitarku berwarna kekuningan. Di tempat itu, kurasakan kehampaan yang sarat. Kulihat awan-awan cendawan berwarna kelam membubung tinggi dari dasar langit dan sayap beberapa gagak hitam menggelepak di angkasa. Tidak ada suara yang bisa kudengar, semua terasa kedap dan menjemukan. Di saat aku ingin sekali bangkit dan melangkah pergi untuk menemukan tempat yang lebih baik, tubuhku sama sekali tidak bisa digerakkan. Beberapa kali aku berusaha untuk bangkit atau berteriak meminta pertolongan, tapi semakin kuat pula tubuhku hinggap di tempat itu. Aku menyerah dan begitu frustasi, keadaan tidak pernah berubah. Yang justru kurasakan hanyalah kedua kaki yang bengkak dan telapak tangan yang berkeringat.

Lihat selengkapnya