Keluarga, Ideologi, dan Elegi

Dodi Spur
Chapter #14

Bandung, Sore itu

Sepeda motor Ipan tiba di Bandung kemarin sore, diantar oleh jasa ekspedisi ke rumah keluarga Dasep. Hari ini motor kesayangan dan banyak keping kenangan itu terparkir rapi di garasi tertutup rain cover kelabu agar tidak ditetesi debu. Yamaha V-ixion 150 cc Black yang diberinya nama La Valiente yang bermakna si pemberani. Motor sejak masa SMA dan tidak akan pernah ia jual dalam keadaan kekurangan ataupun kecukupan.

Ipan membuka rain cover. Mengelap tangki motornya dengan kanibo. Dua spion yang rada doyong ia benarkan. Dan ia menyempatkan berkaca dari sana sembari menertibkan kumis tipisnya yang seringkali butuh sentuhan sebelum memakai helm. Ipan mengamati sisi belakang, memundurkan La Valiente dan memanaskan mesin. Motor menggerung gagah sekira satu menit dan “Brum... Brum...” Dua kali tarikan gas menjadi prolog untuk perjalanannya kali ini. Menjemput calon ibu dari anak-anaknya.

Lima menit sebelumnya, Phuspa tengah bersiap-siap dengan pakaian terbaik. Ia mengenakan celana jins biru dongker model standar untuk mempermudah duduk di atas jog motor. Atasannya kaos kerah casual lengan panjang yang kainnya sedikit lebih tebal daripada kaos biasa. Ia tengah membubuhkan lipstik warna nude di bibir sebagai polesan terakhir setelah didahului Sunscreen, menjepit bulu mata, berbedak, pensil alis, memoleskan blush on di sebagian pipi, dan mencepol rambutnya dengan tertib. Ia mencoba tersenyum di depan kaca, dan setelah yakin dengan penampilannya, ia akan mengambil tas dan menunggu calon ayah dari anak-anaknya di teras rumah.

Sedari kecil Phuspa adalah gadis yang kalem dan punya kecerdasan di atas rata-rata. Ia lulus kuliah sarjana hanya dalam waktu tiga setengah tahun, itu pun dengan nilai IPK mendekati sempurna. Ia menjalani kuliahnya nyaris tanpa hambatan yang berarti, sebab materi kuliah memang tidak pernah terlalu berat. Ia mengenal Ipan saat semester lima dan pada akhirnya saling jatuh cinta. Keduanya memiliki komitmen sejak awal, lulus kuliah tepat waktu, mencari pekerjaan terbaik, bekerja dengan baik, mengumpulkan uang tabungan, dan menyatu di pelaminan. Setelahnya adalah kehidupan rumah tangga yang dipikul bersama-sama seperti normalnya kehidupan kebanyakan orang.

Papa dan mama Phuspa tinggal di Bekasi. Papanya seorang staf sipil di kementerian pertahanan dan mamanya adalah staf serupa di kantor yang sama, hanya beda bagian. Olehnya suasana keluarganya tidak begitu random dan cenderung menjaga keselarasan serta terarah sedari ia kecil. Sekolah dengan nilai terbaik, kuliah dengan nilai terbaik, berusaha meniti karir pekerjaan dengan progress yang signifikan. Begitulah kehidupan yang coba diajarkan oleh kedua orangtuanya. Fokus, tertib, dan berprogres.

Ipan sudah pernah bertemu dan berkenalan dengan kedua orangtua Phuspa, setahun lalu saat kedua orangtuanya hadir di acara graduation Phuspa di Surabaya. Awalnya Ipan berkecil hati, karena ia memiliki keluarga yang bagai perahu retak dan tidak mungkin diperbaiki. Tapi kenyataannya, orangtua Phuspa merupakan sosok orangtua yang demokratis, dan tidak mencampuri urusan asmara anaknya terlalu dalam. Orangtua Phuspa sepenuhnya percaya kepada pilihan Phuspa. Keduanya merestui hubungan Ipan dan Phuspa, karena selama ini Phuspa telah menceritakan latar belakang kehidupan Ipan dan usahanya yang luar biasa untuk masa depan yang lebih baik.

Phuspa bercerita, kalau Ipan dari keluarga yang broken home sejak balita, dibesarkan oleh orangtua tunggal yaitu ibunya, menjadi atlet futsal tingkat daerah sejak SMP sampai SMA, seusai tamat SMA ia bekerja di rumah sakit bagian administrasi sembari menabung untuk kuliah S1, kemudian ia mampu berkuliah sambil tetap bekerja di rumah sakit untuk biaya hidupnya dan juga pendidikannya secara mandiri. Mendengar cerita masa lalu yang bisa dikatakan menyedihkan sekaligus memotivasi itu, membuat kedua orangtua Phuspa bersimpati kepada Ipan.

Hari ini adalah kencan pertamanya dengan Ipan, setelah LDR[1] kurang lebih satu tahun, sejak ia bertemu dengan Ipan terakhir kali, sewaktu ia diwisuda. Saat itu Ipan berjanji kepada Phuspa akan lulus setahun lagi demi mengejar Phuspa secepatnya berbekal ijazah sarjana. Kelulusan Phuspa yang bisa dibilang singkat tentu saja memotivasi dan menguatkan semangat Ipan. Janji untuk bertemu lagi dalam waktu kurang lebih satu tahun itu, hari ini ditepati oleh Ipan.

Janji mereka memang sekedar cerita bagi orang lain, namun bagi Ipan dan Phuspa adalah perjuangan antara dua orang yang mempunyai komitmen kuat tentang cinta. Setelah lulus setahun lalu, Phuspa kembali ke Bekasi. Ia kembali ke rumah orangtuanya dan mulai gencar melamar pekerjaan via lamaran langsung, melalui portal web perusahaan, melalui Email, Jobstreet, atau Linkedin. Setelah melewati beberapa kali psikotes dan interview di beberapa perusahaan, dan ternyata tidak seperti yang dibayangkan. Ia baru mendapati kenyataan, bahwa pekerjaan memang susah untuk didapatkan walau ia sarjana dengan nilai top. Tapi semuanya akan kembali ke basic kehidupan. Setelah masa sulit pasti datang masa senang, dan begitu pula sebaliknya. Nasib manusia senantiasa berubah secara lebih mudah dari membolak-balikkan telapak tangan bagi Tuhan. Setelah hampir lima bulan menjadi Jobseeker, Phuspa diterima kerja melalui program Management Trainee di salah satu Bank BUMN, lalu ditempatkan di Kota Bandung.

 Selama menjalani LDR dengan Ipan dalam waktu satu tahun ini, sudah tiga teman lelakinya mencoba mendekati Phuspa. Mungkin karena paras Phuspa yang menawan, ditambah lagi sekarang ia sudah jadi perempuan yang berpenghasilan. Otomatis penampilan dan taraf hidupnya pun meningkat. Namun, Phuspa tetaplah sama, ia kembali kepada komitmen lamanya itu. Ia tolak halus beberapa teman yang mendekatinya, dan ia selalu menjelaskan ada seseorang yang sedang ia tunggu. Seorang pemuda yang tengah berjuang untuk menggapainya dan ia pun selalu mengulurkan tangannya agar segera bisa digapai. Jarak dan waktu kadangkala merontokkan sebuah komitmen, namun selalu diingatnya ketulusan Ipan selama ia mengenalnya. Ipan pun sama setianya dengan Phuspa, meski mata lelakinya terkadang kelepasan melihat perempuan cantik di jalanan. Ia akan langsung istigfar dan mengingat komitmennya terhadap Phuspa. Begitulah cara keduanya menguatkan diri di dunia yang senantiasa bergayutan dengan penghianatan dan ketidaksetiaan ini.

Suara knalpot La Valiente yang dulu menjadi penanda kedatangan sang pacar itu pun didengar oleh Phuspa sore ini. Sekali lagi, setelah hari-hari penuh harap, Ipan datang dengan senyumnya yang khas. Ipan mengenakan jaket itu. Jaket yang pernah dihadiahkan Phuspa saat ulang tahunnya. Phuspa menghampiri, tersenyum penuh arti. Lalu memohon izin untuk duduk di jog belakang pengemudi.

“Nostalgia banget ya, Yah.”

Lihat selengkapnya