Keluarga, Ideologi, dan Elegi

Dodi Spur
Chapter #22

Penindas

Di hari minggu yang syahdu dan sedikit rintik. Ipan mengemudikan mobil dinasnya ke arah Lembang. Hari ini, ia mengajak Phuspa makan siang di Geulis Bray Restaurant. Seringkali keduanya berjalan-jalan di hari minggu untuk refreshing sekaligus mengukir kenangan dan membicarakan kelanjutan kisah mereka. Karena Lembang adalah arah yang sama menuju Subang, maka Phuspa teringat sepupu Ipan yang bengal dan penuh tato itu.

“Bagaimana kabar Sonya, Yah, betah dia di Subang?”

“Kata dia sih baik, Bund. Sudah setahun ya, harusnya betah sih.”

Hari ini Ipan satu tingkat lebih mapan berkat keberhasilannya menembus tes promosi. Dua minggu yang lalu, ia resmi naik jabatan menjadi Head Of Area Jabar 1 menggantikan Bu Niken. Hal ini merupakan pencapaian luar biasa bagi Ipan karena kemajuan karirnya bisa dibilang cepat. Hanya dengan masa kerja satu tahun.

Phuspa begitu takjub dengan pemandangan indah dari dalam restoran, ia membawa kameranya, dan memotret beberapa sudut resto yang sangat  mempesona. Pelayan datang menyuguhkan buku menu. Dan resto di hari minggu menjelang siang ini cukup ramai. Ipan pamit sebentar ke toilet, ia hendak menyiapkan diri.

Setelah buang air kecil di toilet, Ipan berdiri tegak di depan kaca wastafel untuk sedikit membasah-basahi wajah dan menyakinkan dirinya. Jemarinya terbiasa menyentuh kumis tipis di atas bibir, seakan bila tidak menyentuhnya seperti ada yang kurang. Setelah siap, ia pergi menemui Phuspa. Phuspa sendiri kini memandangnya dengan senyum penuh cinta dan kasih. Ipan memang lelaki yang akan selalu ia cintai.

“Bunda, dulu kita punya janji untuk menikah suatu hari nanti…” Phuspa memperhatikan. “Ayah nggak bisa terlalu romantis. Ayah cuma ingin bilang, kalau ayah ingin segera menikahi Bunda.” Ipan menyodorkan mini box yang sudah ia siapkan dari dalam saku, lalu membukanya di hadapan Phuspa.

Mata phuspa berbinar ketika melihat cincin emas bermanik permata indah dari dalam mini box berwarna merah yang disodorkan oleh Ipan.

“Setelah sekian lama perjuangan kita, dan masih maukah Bunda menikah dengan Ayah?”

Phuspa agak canggung dan tersenyum penuh arti kepada Ipan, ia memberikan anggukan sebagai jawaban atas pertanyaan Ipan. Masa lalu berlesatan di pikiran mereka. Setelah semua perjuangan selama ini, akhirnya keduanya akan sampai di tahap pertunangan. Pada episode yang dahulu hanya bisa mereka cita-citakan dan hari ini menjadi kenyataan. Hasil dari komitmen dan jerih payah selama ini akhirnya mulai tampak.

“Kapan kita ke Bekasi, Yah?”

Lihat selengkapnya