Keluarga, Ideologi, dan Elegi

Dodi Spur
Chapter #23

Evaluasi

Di samping pabrik sepatu yang dibatasi pagar beton setinggi dua meter, ada sebuah jalan yang mengarah ke persawahan. Di sanalah tempat beberapa warung tegal dan juga warung tenda berjejer-jejer berderet di sepanjang jalan. Saban istirahat, Sonya selalu kesana untuk makan, membeli rokok, atau membungkuskan es teh buat yang dipertuan agung Pak Wowon haram jadah itu.

Salah satu warteg yang paling laris adalah warteg milik Bu Imas. Yang menurut lidah banyak orang, masakannya yang paling enak di antara warung yang lain. Bu Imas tidak hanya menyuguhkan menu makanan paling enak, namun juga menyuguhkan Karina. Putri sulungnya yang berwajah amat cantik untuk membantunya berjualan. Secara tidak langsung, wajah Karina juga sering melingkupi pikiran Sonya. Lelaki normal mana yang tidak mengagumi kecantikan Karina? Namun, Sonya tahu diri. Dirinya seorang duda penuh tato yang mungkin saja hanya bisa saling senyum dan saling sapa terhadap Karina. Tak mungkin mendekatinya terlalu jauh.

Setelah makananya habis, dan diam-diam sudut matanya mengamati Karina yang sedang melayani pembeli lainnya. Sonya membeli rokok Marlboro dan membungkus es teh pesanan Pak Wowon. Sebentar lagi istirahat selesai dan ia harus kembali bekerja di neraka dan diawasi oleh semacam iblis bernama Pak Wowon. Setelah mengantongi satu pak rokok dan memegang es teh di tangannya. Sonya keluar warteg dan mengambil arah yang berlawanan dengan jalan kembali. Ia berjalan ke arah persawahan di belakang pabrik. Wajahnya agak pucat, karena setiap malam ia selalu kekurangan waktu untuk tidur. Matanya memandang lurus-lurus ke depan dan kadangkala memandangi tower BTS atau tower pemancar sinyal di tengah persawahan. Ia meminum es teh pesanan Pak Wowon hingga tinggal setengah. Ia sengaja melakukannya, karena mulai hari ini, ia bermaksud melawan Pak Wowon dengan caranya sendiri.

Di dekat rumpun pisang persawahan, Sonya membuka resletingnya. Ia menengok kanan dan kiri untuk memastikan tidak ada orang di sekitar tempat itu. Tak lama berselang, Sonya kencing ke dalam plastik es teh pesanan Pak Wowon. Dirasa cukup, ia menggeser kantong plastik es teh sembari menyelesikan kencingnya. Kini air kencingnya bercampur dengan es batu dan air teh di dalam plastik. Setelah itu, ia merapikan kembali plastik es teh dan mencoba mengendusi baunya. Tidak masalah, kencing Sonya kali ini tidak menimbulkan aroma pesing. “Mampus kau Wowon jahanam!” Seringai Sonya. Ia tersenyum penuh kemenangan.

Setibanya di tempat kerja, Sonya menyempatkan meletakkan satu pak rokok di meja Pak Wowon. Sementara es teh ia gantungkan dekat galon di ruangan yang sama. Ruang pengawas yang memiliki jendela kaca besar untuk mengawasi orang-orang yang sedang bekerja. Sonya berpura-pura tidak ada apa-apa. Ia bertingkah sebiasa mungkin. Matanya sesekali mengawasi Pak Wowon, yang sedang menjelaskan cara kerja mesin cetak sol injeksi kepada beberapa siswi SMA yang sedang magang. Pak Wowon memang selalu baik kepada perempuan, lebih-lebih yang tergolong cantik. Ketika melihat Sonya, Pak Wowon hanya tersenyum serupa senyum iblis kepada anak buahnya yang tak akan pernah mampu melawannya.

Setelah selesai menjelaskan perihal proses Assembling kepada anak-anak magang tadi, Pak Wowon berjalan gontai mendekati Sonya dan kawan-kawannya yang masih sibuk menata Upper pada Alumunium press hidrolik. Pertama didekatinya si Dados, yang raut mukanya langsung berubah menjadi masam sesaat setelah mendengar bisikan dari Pak Wowon. Panggilannya Dados, Sonya tidak tahu nama aslinya. Yang jelas Dados masuk kerja pabrik hanya beberapa hari sebelum Sonya. Dan celakanya lagi! Selama ini Dados dan Sonya adalah sasaran empuk sekaligus boneka mainan Pak Wowon yang amat menyedihkan.

Setelah membisiki Dados. Kini Pak Wowon melangkahkan kaki mendekati Sonya. Ekor mata Sonya ragu-ragu meliriknya, dan dalam hati ia menyumpah, bangsat! Sesampainya di dekat Sonya, Pak Wowon berbisik. “Anak, Pang! Nanti setelah shiftmu selesai. Ke ruanganku sebentar. Penting!” Kalimat itu menyeruak dari mulut Pak Wowon yang beraroma tengik bercampur nafasnya yang bau rokok pekat. Bangsat! Dalam Hati Sonya, “Baik, Pak.” Jawabnya. Sambil melirik ke arah Dados yang kebetulan juga meliriknya dengan tatapan penuh dendam kesumat. Dados dan Sonya sudah hafal. Hal ini berhubungan dengan jatah preman sebulan sekali, bila ingin kontrak mereka diperpanjang.

Dados masuk ke ruangan Pak Wowon lalu menutup pintu kaca dengan cara digeser, seolah sedang membicarakan sesuatu yang penting, sehingga ruangan itu harus ditutup. Sonya menunggu di depan pintu sambil melihat-lihat keadaan. Tak sampai lima menit, Dados keluar lagi dengan mimik muka yang lebih masam dari ketika ia masuk. Sonya memandangnya sembari mencoba tersenyum, Dados hanya menatapnya sebentar lalu menunduk. “Dia minta duaratus.” Ucap Dados kepada sonya dengan suara sangat lirih dan begitu pelan, nyaris tidak terdengar. Bahkan Sonya perlu berpikir sejenak demi mencari tahu apa yang Dados ucapkan barusan. Sonya menggeser pintu, lalu masuk ke ruangan.

“Sehat, Pang?”

“Alhamdulillah, Sehat, Pak.”

“Wow, Alhamdulillah, berarti kamu muslim, Pang?”

“Insya Allah muslim, Pak, meski jarang sholat.”

Lihat selengkapnya