Keluarga, Ideologi, dan Elegi

Dodi Spur
Chapter #24

Tower BTS

“Halo, selamat siang. Dengan Pak Ipan?”

“Selamat siang. Iya betul. Saya Ipan.”

Ipan mengangkat telepon dari seseorang yang namanya tidak tercatat di kontak HP miliknya. Empat bulan yang lalu ia berganti HP. Tentu saja ada beberapa nomor yang hilang dari HP-nya, sebab tidak mungkin mencatat ulang semuanya.

“Pak Ipan, saya Bozo.” Seru seseorang dari dalam telepon.

“Iya, Pak?”

Pikiran Ipan mencoba mengingat-ingat tentang seseorang bernama Bozo. Maklum sebagai seorang profesional marketing ia terlalu banyak bertemu orang, jadi wajar kalau melupakan beberapa orang yang pernah ditemui.

“Pak Ipan, tolong ke Subang secepatnya.”

Bozo? Bozo? Ipan berusaha mengingatnya, ia semacam menemukan kilatan cahaya di kepala. Oh.. Pak Bozo adalah orang bertato yang pernah tertubruk mobilnya. Dia adalah salah satu pemilik saham pabrik sepatu di Subang sekaligus orang yang telah menerima Sonya bekerja.

“Saudara Pak Ipan, Sonya. Sedang melakukan percobaan bunuh diri.”

Mendengar itu… Ipan berhenti dari aktivitasnya. Posisinya sedang di pinggiran Bandung bersama Pak Dadang pemilik toko pertanian dan beberapa orang di balai desa. Mereka sedang bertemu kelompok tani untuk promosi dan menjalin hubungan baik. Ipan buru-buru berpamitan, bahkan kopinya belum ia minum.

Aya naon, Pak Ipan?” Tanya Pak Dadang yang duduk di hadapannya.

“Saudara saya di Subang mau bunuh diri, Pak, saya izin pamit. Saya mau susul saudara saya ke Subang.”

“Oh!?” Mulut Pak Dadang dan orang-orang sontak menganga, seakan ikut prihatin dengan kabar itu. “Pak Ipan. Mending saya temani saja? Saya yang nyopir. Bahaya bawa mobil sendiri, kalau pikiran Pak Ipan sedang nggak stabil.” Pak Dadang menggagas.

“Boleh, Pak Dadang. Mari Pak...”

Pak Dadang bangkit cepat-cepat.

Mangga, Bapak-bapak, Mamang, sadayana. Engkin dilajeng deui dina rapat kapayunna..”[1]

Muhun. Ati-ati, mugia salamet dugi ka tujuan, Mang Dadang.”[2]

Lihat selengkapnya