Keluarga, Ideologi, dan Elegi

Dodi Spur
Chapter #30

Tespek

Dua malam lalu, Ipan dilarikan ke rumah sakit karena sesak nafas yang teramat parah, bahkan bunyi nafasnya seperti siulan. Menurut keterangan dari dokter, salah satu penyebabnya adalah penumpukan cairan di dalam paru-parunya. Setelah mendapatkan pertolongan dan dipasang alat bantu pernafasan kini keadaannya nampak membaik. Berhubung lusa ada jadwal konsultasi dengan salah seorang dokter spesialis penyakit dalam, maka pihak rumah sakit memperpanjang rawat inapnya.

Entah mengapa, sesak nafasnya hanya datang di saat malam. Bisa ringan, bisa agak berat, dan bahkan pernah sangat parah. Ketika pagi datang, biasanya pukul enam, Ipan akan terbangun dan bisa diajak berinteraksi. Sementara Phuspa dengan setia merawat dan menemaninya.

Keluarga besar Ipan di Surabaya juga telah dikabari, dan akan datang dalam waktu dekat. Terlebih lagi ibu Ipan yang sangat sedih, karena mendengar kondisi Ipan yang kian mengkhawatirkan.

Pagi ini, Phuspa menyuapi Ipan dengan makanan yang disediakan oleh ahli gizi rumah sakit. Sementara sambil makan, Ipan menatap lekat-lekat wajah istrinya itu. Ia kasihan melihat istrinya yang nampak lelah mengurusi dirinya. Istrinya itu tengah hamil besar dan membutuhkan istirahat yang cukup. Pagi tadi ia sudah menjelaskannya kepada Phuspa, supaya Phuspa beristirahat saja di rumah saja. Tidak masalah jika ia sendirian di rumah sakit. Toh ia sudah memakai alat bantu pernafasan, menurutnya ia akan baik-baik saja. Tapi, jika ia kembali ingat kehidupannya yang kini begitu memprihatinkan kadangkala mentalnya menjadi drop. Itulah yang dikhawatirkan Phuspa. Intinya keduanya saling memikirkan satu sama lain.

Setelah menyuapi Ipan, Phuspa menyempatkan tidur di samping Ipan. Keduanya sama-sama tidur untuk sejenak melupakan kenyataan. Menjelang siang, Phuspa pamit pulang sebentar untuk menukar pakaian yang sudah dipakai di rumah sakit dengan pakaian bersih dari rumah. Dan Ipan memintanya menyempatkan beristirahat di rumah. Ipan yang bersikeras agar Phuspa bisa beristirahat di rumah. Karena menurutnya, istirahat di rumah sakit dan beristirahat di rumah itu sangat berbeda. Phuspa pun mengiyai dan berpesan segera telepon jika merasa ada sakit yang dirasakan. Phuspa mencium tangan Ipan, dan pamit untuk pulang dan akan segera kembali.

Ketika sendiri begini, Ipan sebenarnya teramat merasakan keputusasaan yang mendera sampai ke dalam tulang belulang. Dan hiburannya kini adalah menulis kisah hidupnya di blog pribadi. Blog miliknya itu sudah lama terbengkalai, bahkan ia perlu mereset kata sandi via menu lupa kata sandi untuk bisa masuk kembali. Ipan begitu takut untuk memikirkan hari esok, olehnya ia menulis beberapa penggalan kisah hidupnya di blog pribadi miliknya untuk memediasi kesedihan yang hampir menghisap habis seluruh kewarasannya.

 Ipan mulai menulis tentang hari-harinya bersama Phuspa. Masa perjuangan, masa bahagia, masa senang, masa sulit, masa sedih, masa menangis, dan semua masa bersama Phuspa adalah anugerah besar dari Tuhan untuk dirinya...

 

 Dua bulan setelah menikah, Phuspa telat menstruasi selama satu minggu hari. Mendengar kabar itu dari Phuspa membuat dada Ipan berdebar-debar. Phuspa mengabari Ipan melalui telepon, dan hari itu Ipan sengaja pulang cepat dari kerja lapangan dan segera menjemput Phuspa di kantornya. Keduanya punya janji untuk makan pecel lele tepian jalan, karena hari ini adalah tanggal tua bagi keduanya. Semenjak menikah, keuangan mereka belum lagi stabil. Semua tabungan terkuras demi menggelar resepsi pernikahan dan kebutuhan lain-lain yang nyatanya mmbengkak di luar prediksi.

Phuspa segera masuk ke mobil ketika melihat mobil inventaris milik Ipan tengah menunggunya di depan kantor.

“Ayah berubah pikiran, Bunda. Ayah nggak mau Bunda makan pecel lele tepi jalan. Cari yang agak sehat ya, siapa tahu Bunda hamil.”

“Hemmm. Makan apa, Yah. Sup daging? Yang ada sayur-sayurnya gitu?”

“Boleh. Sekalian mampir apotik ya? Beli alat pendeteksi kehamilan.”

“Kok jadi panjang namanya, maksud Ayah tespek?”

Lihat selengkapnya