Keluarga, Ideologi, dan Elegi

Dodi Spur
Chapter #31

Medis atau Non Medis?

Keesokan harinya, Ibu Ipan akhirnya datang bersama Pakde, Mama Sonya, dan Intan ke paviliun Rafael tempat Ipan dirawat. Mereka baru datang dari Surabaya dan langsung menuju rumah sakit. Ibunya menangis pilu ketika melihat Ipan dalam keadaan memakai alat bantu pernafasan. Ipan pun turut sedu sedan sambil memeluk ibunya. Ibu mana yang hatinya tidak remuk ketika melihat anaknya sakit keras. Lalu bagi Ipan sendiri, membuat ibunya sedih tak kalah pedihnya dengan semua hal-hal buruk yang ia pernah alami.

“Maaf, Buk. Ibuk sampai datang jauh-jauh kesini.”

“Justru Ibuk yang minta maaf, karena baru bisa datang.” Jawab ibunya sambil duduk di samping Ipan.

Ibunya baru berhenti menangis, dan kini mengusap-usap tangan kiri Ipan. Sementara tangan kanan Ipan terhubung ke selang infus.

“Semangat, Pan.. Pokoknya jangan menyerah.” Pakde ikut menimbrung. “Kita akan cari pengobatan apa pun asalkan kamu sembuh. Setiap penyakit ada obatnya.”

Matur suwun, Pakde.”

Intan ikut memijat kaki Ipan yang selonjoran berbalut selimut biru muda bergaris-garis putih milik rumah sakit. Saat Ibu Ipan dan Intan masih bercengkerama dengan Ipan. Pakde mendekati Phuspa dan meminta Phuspa menceritakan keadaan Ipan akhir-akhir ini. Phuspa pun menceritakan bahwa dua malam ini, Ipan mulai merasakan sesak nafas. Dan anehnya sesak nafas itu datang ketika malam antara pukul sembilan sampai pukul dua malam. Menjelang pagi setelah berjuang semalaman melawan sesak nafasnya, Ipan biasanya bisa tidur antara dua sampai tiga jam. Dan ketika pagi sampai sore ia bisa berinteraksi seperti biasa.

Pakde mengangguk-angguk, ia lantas berinisiatif menelepon temannya di Surabaya yang menurutnya adalah orang pintar. Pakde menceritakan semua yang telah ia dengar dari Phuspa.

“Ini ponakan saya, didiagnosa dokter sakit keras, Pak. Akhir-akhir ini sering sesak nafas. Tapi pas malam saja sesak nafasnya. Kalau pagi sampai sore, dia seperti orang yang tidak sakit. Bisa mengobrol bisa interaksi seperti biasa.”

“Nah, itu tanda-tanda sakit non medis, Pak.”

“Maksudnya bagaimana?”

“Sakit medis biasanya nggak ada jamnya. Nah ini sakitnya kalau malam saja. Bisa jadi ponakan Bapak kena guna-guna atau disantet orang.”

“Waduh, masih ada ya, hal-hal begitu?”

“Masih, Pak. Barangkali ada temannya iri atau dengki.. Kan, Bapak kemarin cerita kalau ponakan Bapak termasuk anak muda yang sukses. Pasti banyak temannya yang iri.”

“Tapi kalau penyakit non medis macam begitu, kenapa terbaca juga di laboratorium rumah sakit, Pak?”

“Berarti yang mengirim ilmunya tinggi, Pak.”

“Maksudnya, Pak?”

“Kalau yang mengirim penyakit non medis adalah seseorang yang berilmu tinggi, maka akan terbaca secara medis juga.”

Lihat selengkapnya