Keluarga, Ideologi, dan Elegi

Dodi Spur
Chapter #33

Dentuman

Di dalam hidup seseorang, kadangkala terjadi beberapa dentuman. Orang-orang menyebutnya dengan masalah, ujian, cobaan, musibah, atau bahkan bencana. Jika seseorang mampu menghadapinya dan tidak mati atau menjadi gila saat dentuman itu terjadi, maka setelah demam dan semua rasa sakit, orang tersebut akan bertambah kuat, bertambah mantap, dan bertambah solid kerendahan hati di dalam dirinya. Seseorang menjadi pribadi yang lebih baik berkat kesukaran, sementara kebahagiaan yang datang hanya seperti hiburan belaka yang begitu singkat.

 

Ipan pamit pulang kepada Mama mertuanya yang tengah menunggui Phuspa di rumah sakit. Ia menyempatkan pulang beberapa jam saja untuk menata barang-barang di rumah baru. Ia memerlukan kesibukan agar tidak bengong dan untuk menghibur diri. Setelah itu ia akan kembali ke rumah sakit. Ia hendak bersih-bersih dan berberes meski airmata di kelopak matanya belum benar-benar kering. Agar saat Phuspa pulang nanti, rumah itu sudah rapi dan layak huni. Sepanjang jalan pulang tadi, sambil mengemudi, airmata Ipan tidak berhenti. Bahkan saat ini pun ia menyapu dan angkat-angkat barang masih sambil terisak dan sesekali harus tergugu pilu hanya untuk menghela nafas di tengah tangisannya yang sedu sedan.

Menjalani hidup dalam suasana duka memang menyesakkan dada sekaligus menyebalkan.

Kulit Ipan juga agak terasa gatal, beberapa ruam merah muncul di sekitar leher dan lengannya. Ia menduga karena tidak cocok dengan air di rumah sakit. Pilek di hidungnya juga belum sembuh. Ia masih berpikir semua itu karena alergi dingin. Belum ada firasat apa pun soal pertanda datangnya dentuman yang lebih besar lagi.

Jemari tangan Ipan menyusun barang-barang dan menata foto-foto dirinya dengan Phuspa di atas nakas kamar. Demi melihat foto itu, ia mengingat hidupnya beberapa bulan terakhir yang demikian meradang dan campur aduk seperti terhantam badai dan cuaca buruk dari segala penjuru. Terlebih lagi, ia merasa kasihan kepada Phuspa.

Saat ini Phuspa masih dirawat di rumah sakit pasca persalinan anak mereka yang pertama melalui metode operasi Caesar. Aidan Putra, nama anak pertama mereka yang hanya bertahan selama lima jam sejak dilahirkan. Aidan Putra akhirnya harus menghembuskan nafas terakhirnya karena terlahir dengan diagnosa Agenesis Corpus Callosum. Hal inilah yang membuat Ipan terus menerus menangis ketika sunyi dan sendiri.

Phuspa, istrinya itu, masih harus rawat inap sampai beberapa hari ke depan, karena kondisi fisiknya yang masih lemah, apalagi mentalnya yang sedang hancur berkeping-keping. Selama empat hari pasca melahirkan ini, Phuspa hanya terus meratap dan menangis, padahal ia sudah mempersiapkan kemungkinan buruk ini sejak usia kandungannya lima bulan. Namun, kesedihannya lebih besar daripada semua persiapan yang selama ini ia upayakan.

Lihat selengkapnya