Keluarga, Ideologi, dan Elegi

Dodi Spur
Chapter #34

Rumah Baru

Setelah mempertimbangkan lokasi dan meninjau sendiri bangunan rumah KPR di pinggiran Kota Cimahi yang dirasa cukup strategis dan terjangkau. Serta setelah meminta saran dan berdiskusi dengan orangtua maupun teman-teman yang menurut Ipan dan Phuspa punya cukup kompetensi soal plus dan minus membeli rumah secara kredit. Akhirnya Ipan dan Phuspa sepakat untuk deal salah satu rumah dan akan diangsur melalui Bank tempat Phuspa bekerja. Rumah tipe 36 itu akan menjadi rumah mereka yang pertama, rumah perjuangan, kata Ipan membubuhkan pengertian. Semoga kedepannya rejeki mereka membaik dan ada kesempatan untuk menjadi orang kaya. Begitu harapan Ipan dan Phuspa sebagai pasangan suami istri yang sudah sewajarnya memiliki ambisi untuk masa depan yang lebih baik lagi.

Rumah yang mereka beli terletak di kompleks perumahan di atas bukit yang cukup indah dan menyuguhkan pemandangan Kota Cimahi di salah satu sudut jalannya. Ketika pagi atau sore hari, pemandangan matahari terbit dan tenggelam nampak seperti kemewahan dalam dunia dongeng di sudut jalan itu. Orang-orang yang joging seringkali menjadikan sudut jalan itu sebagai tempat finish.

 

Pagi tadi, Phuspa merasakan mules yang meremas-remas perutnya dari dalam. Bukan diremas-remas, lebih tepatnya seperti dicabik-cabik dari dalam. Sakitnya kontraksi ketika hendak melahirkan memang luar biasa. Ipan buru-buru membawanya ke rumah sakit untuk persiapan persalinan. Karena hari ini sudah lewat dari HPL[1].

Setelah membawa Phuspa ke UGD, Ipan menelepon Sonya dan meminta tolong agar Sonya menyewa mobil Pick Up dan mengurus pindahan barang-barang miliknya dari kosan ke rumah baru. Sonya yang selama ini selalu ringan tangan hanya mengiyai tanpa sedikit pun keberatan. Menurut Ipan, kosan sewaannya sudah hampir jatuh tempo, dan ia harus segera pindah.

Sonya mengendarai sepeda motor milik Ipan, Yamaha V-Ixion La Valiente di belakang mobil Pick Up yang memuat lemari, spring bed, kulkas, kompor, dan barang-barang lainnya. Sesampainya di rumah baru milik Ipan, Sonya membantu pemilik mobil Pick Up angkat-angkat barang.

Ipan sudah menceritakan kondisi anaknya yang didiagnosa Agenesis Corpus Callosum kepada Sonya. Dan sebagai saudara, Sonya hanya bisa menguatkan Ipan dan membantunya sebisa mungkin.

Sonya kini menetap di Bandung dan bekerja mengelola Clothing dan distro milik Dasep Mulyana bersaudara. Tak hanya itu, Sonya juga merangkap Event Organizer untuk mengadakan pentas band-band lokal kenamaan untuk keperluan promosi brand pakaian hasil produksinya bersama Dasep. Sonya sangat bersyukur dan menikmati pekerjaan yang memang sudah lama menjadi bakat dan minatnya itu. Ia terlihat lebih hidup daripada hari-hari yang telah lalu.

 

Beberapa hari kemudian, sepulang dari rumah sakit. Ipan dan Phuspa telah resmi memiliki rumah sendiri. Hasil jerih payah dan kerja keras selama ini. Meski keadaan rumah belum benar-benar tertib namun sudah bisa untuk ditempati. Di halaman depan masih banyak berserakan keramik dan batu-batu lebihan dari pembangunan, belum dipindahkan oleh tukang.

Phuspa menginjakkan kaki di rumah baru ditemani Ipan dan Mamanya. Mama masih akan menginap di rumah untuk menemani Phuspa memulihkan diri pasca operasi Caesar. Karena per besok Ipan sudah harus bekerja. Wajah Phuspa masih terlihat syok berat dan pucat, namun ia bukan tipe perempuan yang mudah menyerah atau putus asa karena hidup yang demikian berat. Ia sudah bisa diajak berkomunikasi, dan sedikit demi sedikit telah menjadi seseorang yang lebih tabah dan mampu merelakan segala yang tidak dapat dirubah di dalam hidup ini.

“Ipan beli makan dulu ya, Ma.” Ucap Ipan kepada Mama mertuanya, setelah menggandeng Phuspa menuju tempat tidur.

“Boleh, Nak. Beli telur, mie instan, sama tahu tempe sekalian ya. Nanti Mama masakin.”

“Iya, Ma. Itu di kulkas bawah masih ada bawang merah, bawang putih, sama cabai.”

“Bunda, pengen makan apa? Biar Ayah belikan.” Ucap Ipan, beralih pada istrinya.

“Bubur Ayam Kang Maman, kayaknya enak, Yah.”

“Iya, Ayah belikan sekalian. Bunda semangat ya...” Ipan menyemangati sambil mengepalkan tangannya, seolah dia lelaki paling kuat di dunia ini.

Lihat selengkapnya