Keluarga, Ideologi, dan Elegi

Dodi Spur
Chapter #40

Orang Pintar

Siang hari, Sonya datang bersama Dasep. Keduanya tidak lagi berusaha melawak seperti biasanya. Mungkin karena merasa iba atau merasa sedih melihat keadaanku. Sonya pamit ingin mengobrol dengan ayah dan ibunya di lorong rumah sakit. Mama mertua dan istriku pulang untuk beristirahat. Di ruangan hanya tinggal Aku, Ibu, Intan, dan Dasep. Kami mengobrol selama hampir dua jam sebelum Dasep pamit ke poli rawat jalan untuk melakukan kunjungan ke dokter dalam rangka mempromosikan obat dari perusahaan tempatnya bekerja.

Dasep bersalaman denganku sewaktu hendak pergi dan berucap.

“Kamu terlihat sehat-sehat saja loh, Pan.”

Aku hanya tersenyum. Ucapan Dasep memang benar, ketika siang begini aku seperti orang yang tidak sakit. Ia lantas beramah tamah dengan Ibu dan Intan sebelum benar-benar pergi. Setelahnya Ibu baru cerita kalau Dasep menitipkan uang sebanyak dua juta rupiah kepada Sonya, dan menyuruh Sonya memberikan uang tersebut kepada ibu.

Buru-buru aku menelepon Dasep untuk menanyakan perihal uang itu, tapi ia tidak menjawab teleponku. Ia malah membalasnya dengan pesan Whatsapp.

“Aku sedih melihatmu sakit, uang itu bukan untukmu, tapi untuk calon anakmu. Cepat sembuh saudaraku.”

Melihat pesannya, aku tidak bisa lagi mendebatnya. Hanya kubalas dengan ucapan terima kasih. Dasep memang orang baik, kaya raya, dan dermawan. Sungguh teman yang langka, sebab kebanyakan temanku lebih senang berhutang lalu pura-pura lupa daripada memberi.

Sore harinya, Ibu bicara kepadaku tentang suatu hal yang menurutku tidak masuk akal. Tapi demi semua kepedihan dan keputusasaan ini entah mengapa aku menjadi ‘agak’ percaya dan menurut saja.

“Ibuk tadi bicara sama Pakde.” Ibu mulai berbicara padaku, di wajahnya terlukis kesedihan yang dalam sekaligus keraguan. Aku menyadari, ibu pasti banyak pikiran tentang diriku.

Lihat selengkapnya