Sejak Jibril as membacakan wahyu Allah SWT, “Muncullah kerusakan di darat dan di laut akibat perbuatan tangan-tangan manusia. Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka (sendiri) agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”[1] Nabi SAW yang senantiasa memikirkan nasib umat manusia dan memiliki kepedulian tinggi terhadap kalangan lemah dan tertindas, dengan penuh kerelaan menjalani kehidupan yang prihatin bersama mereka yang beliau perjuangkan untuk mendapatkan kesejahteraan dan kemaslahatannya.
Islam adalah ajaran yang indah tentang keadilan dan kemaslahatan bagi semua orang; mengembalikan manusia kepada kemanusiaannya, sesuai fitrah dari Tuhannya. Tapi orang-orang kafir yang mengambil keuntungan dari kerusakan sistem sosial dan sampah spiritual, menentang beliau sedemikian kerasnya. Meski demikian, beliau tidak pernah mundur atau menyerah. Dengan lemah lembut dan dipenuhi kasih sayang beliau senantiasa mengingatkan orang-orang, bahwasanya Allah SWT selalu bersama orang-orang yang sabar ketika dilanda ujian dan cobaan. Yang menjadikan Allah SWT ridha; kelak diganjar pahala akhirat dan masuk surga tanpa hisab.
Sebab itulah penduduk Yatsrib yang cenderung pada ajaran tauhid, melalui pemuka-pemuka mereka menyatakan janji setia kepada Rasulullah di ‘Aqabah. Sebelum bai’at, Abbas bin Ubadah, seorang pemuka Khazraj menguji orang-orang dengan ucapannya: “Wahai orang-orang Khazraj, tahukah kalian atas dasar apakah kalian mengikrarkan janji setia kepada Rasulullah SAW?”
“Ya, kami tahu.” Jawab kaumnya.
Ibnu Ubadah melanjutkan, “Kalian mengikrarkan janji setia kepada Rasul Allah atas dasar kesediaan berperang melawan orang-orang yang memusuhinya. Jika kalian mengira bahwa harta kalian yang akan berkurang itu sebagai musibah, atau jika kalian tidak rela membiarkan para pemimpin kalian mati terbunuh. Jika hal itu kalian lakukan, maka demi Allah, mulai sekarang kalian telah berbuat nista di dunia dan di akhirat. Sebaliknya, jika kalian sungguh-sungguh bertekad hendak memenuhi janji kepadanya dengan menerima baik ajakannya, kendati harta kalian akan berkurang dan para pemimpin kalian akan mati terbunuh, demi Allah, itulah kebajikan di dunia dan akhirat!”
Kaumnya menjawab, “Kami memilih musibah kekurangan harta dan kematian para pemimpin kami. Wahai Rasulullah, apakah yang akan kami peroleh bila kami memenuhi janji setia yang kami ikrarkan?”