Keluarga Suci Sang Nabi Saw

Rida Fitria
Chapter #25

Melawan Para Penindas Di Lembah Badar

Ketika umat manusia terjatuh ke dalam kubangan kejahatan, kemanusiaan dilecehkan, dan tak seorangpun membela kaum tertindas atas nama keadilan. Nabi SAW dikirim Tuhan untuk menyelamatkan umat manusia dari kegelapan yang diciptakan penguasa-penguasa zalim dan para kaki tangannya yang tidak kenal belas kasih.

Pada tahun kedua pasca hijrah, Allah mengizinkan Nabi SAW melawan kaum musyrik Quraisy karena gangguan tak henti-henti yang merugikan umat Islam. Ali menceritakan, “Kami datang ke Badar. Yang menunggang kuda hanya Miqdad putra Al-Aswad. Malam sebelum Badar, di antara kami tidak ada yang tidur. Rasulullah SAW berdiri dekat sebuah pohon, di situ beliau shalat dan bermunajat kepada Allah hingga fajar.”

Nabi SAW memerintahkan Ali dan tiga ratus tiga belas umat Islam di Madinah melawan kaum musyrik Mekkah di Badar, yang berjarak 153 km dari Madinah. Mereka tidak memiliki pasukan berkuda, sementara musuh memiliki seribu orang pilihan, fasilitas perang yang lengkap dan kafilah dagang yang sedang dalam perjalanan pulang dari Syiria, milik para pemuka Quraisy yang telah merampok seluruh harta benda muslimin; ketika meninggalkan Mekkah, tak sedikit para pengikut Nabi SAW terpaksa menyerahkan rumah, kebun-kebun, ternak, bahkan tabungan mereka ke tangan kaum musyrik. Untuk Allah dan Rasul-Nya, mereka menjalani kehidupan sebagai pengungsi dan bertahan hidup dari kemurahan hati kaum Anshar di Madinah. Sementara kaum musyrik hidup berfoya-foya di Mekkah.

Untuk persiapan perang Badar, kelompok kafir Quraisy menggalang dana dari orang-orang kaya Mekkah sambil beragitasi mengobarkan semangat memerangi kaum muslimin. Di mana-mana mereka berseru supaya jangan ada seorang Quraisypun yang tidak turut serta menyelamatkan kafilah dagang mereka dari penghadangan kaum muslimin. Satu-satunya tokoh Quraisy yang tidak turut serta dalam pasukan kaum musyrikin dan tidak pula memberi sumbangan apapun adalah Abu Lahab. Setelah tiga hari mempersiapkan pasukan, persenjataan, dan bekal, mereka berangkat ke kawasan Badar. Turut serta dalam pasukan itu sejumlah wanita menyanyikan lagu-lagu dan menabuh rebana untuk mendorong semangat para pasukan. Seratus orang pasukan berkuda berada di barisan depan. Selama dalam perjalanan hingga saat terjadinya pertempuran, saban hari mereka menyembelih sepuluh ekor unta yang dibawa dari Mekkah.

Ketika kafilah dagang yang dipimpin Abu Sufyan telah tiba di Mekkah, ia mengirim kurir supaya pasukan Quraisy kembali dan tidak membuang-buang tenaga memerangi penduduk Madinah. Tapi Abu Jahal menolak mentah-mentah. Ia bersikeras, “Kita tidak akan kembali ke Mekkah sebelum tiba di Badar lebih dulu!”

Iblis yang menyamar menyerupai Suraqah bin Malik[1] terus mengipasi, “Tidak ada seorang pun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya aku ini adalah pelindungmu.”[2]

Abu Jahal[3] yang merasa mendapatkan sekutu kuat semakin penasaran ingin melihat sendiri apakah kaum muslimin masih di tempatnya ataukah sudah bubar. Namun berbeda dengan Abu Jahal, orang-orang dari Bani Zuhrah dan Bani Adi kemudian menarik diri dari pasukan Quraisy, pulang ke Mekkah. Jumlah mereka ratusan sehingga cukup mempengaruhi mental pasukan yang masih bertahan, sebagaimana yang dilaporkan oleh Ammar bin Yasir dan Abdullah bin Mas’ud setelah diam-diam menyelinap ke wilayah musuh: “Ya Rasulullah, mereka sangat ketakutan, prajurit berkuda mereka menepuk-nepuk moncong kudanya agar tidak meringkik-ringkik, takut kedengaran kaum muslimin. Selain itu mereka diguyur hujan lebat!”

Pada pagi hari, sebelum perang Badar meletus, Rasulullah SAW mengatur barisan dan menempatkan mereka pada posisi-posisi berdasarkan perhitungan dan siasat tempur. Beliau kemudian menyerahkan Panji Rasulullah kepada Ali bin Abi Thalib, panji Muhajirin kepada Mus’ab bin Umair, panji Khazraj kepada Habbab bin Mundzir dan panji Bani Aus kepada Sa’ad bin Mu’adz. Manakala pasukan Quraisy tiba di sisi kawasan yang berlawanan dengan kaum muslimin, Abu Jahal mulai berlagak dan meremehkan pasukan Nabi SAW. Utbah bin Rabi’ah segera menanggapi, “Sebaiknya kita ketahui dulu seberapa besar kekuatan mereka!”

Lihat selengkapnya