Keluarga Suci Sang Nabi Saw

Rida Fitria
Chapter #27

Ketika Ali Meminang Fatimah

Rumah kediaman Rasulullah SAW yang sederhana terdiri dari beberapa ruangan yang sebagiannya dibangun dari bebatuan dan sebagian lainnya dari pelepah kurma. Tinggi rumah itu tidak lebih dari empat hasta sehingga seorang anak remaja dapat menggapai atap rumah Rasulullah SAW manakala ia mengulurkan tangannya ke atas. Perabot yang disediakan Nabi SAW hanyalah benda-benda sederhana dan murah, beliau beristirahat di atas tempat tidur dari kayu yang diikat dengan anyaman sabut. Di rumah inilah Az-Zahra tinggal bersama ayahandanya sampai ia menikah. Menjalani keseharian dengan ibadah dan berbakti kepada Rasulullah SAW. Kota Madinah di bawah kepemimpinan ayahandanya terus berkembang secara menakjubkan. Az-Zahra senantiasa memusatkan perhatiannya pada Allah dan Rasul-Nya, sebab dunia dan kemilau godaannya tak berarti apa-apa bagi gadis belia nan suci itu.

Ali bin Abi Thalib setiap saat bersiaga di sisi Rasulullah SAW, kapanpun ia dipanggil akan segera datang menyambut. Hatinya berdebar setiap kali menangkap bayangan samar gadis suci itu, dan berharap Allah menjodohkan dia yang bersimpuh di mihrab dengan dirinya.

Ummul mukminin Ummu Salamah berkata, “Rasulullah SAW menikah denganku lalu beliau menyerahkan urusan putrinya Fatimah kepadaku. Aku mendidiknya dan mengajarinya. Demi Allah, Fatimah lebih terdidik daripada aku dan lebih mengetahui segala sesuatu.”[1]

Apa yang bisa dikatakan mengenai seorang bidadari dalam rupa manusia? Manusia biasa tak memiliki kemampuan dalam kata-kata yang mampu menyamai kenyataan yang dapat menjelaskan hakikat seorang Fatimah az-Zahra. Hanya Allah dan Rasul-Nya saja yang mengetahui keagungan Fatimah yang melampaui para perempuan di seluruh jagad raya.

Selepas pertempuran melawan kaum musyrik Quraisy di lembah Badar, stabilitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat Muslim Madinah kian menguat. Suasana damai yang menentramkan membuka kesempatan memikirkan hal-hal yang bersifat pribadi. Para tokoh Muslim, para pembesar, dan kaum hartawan, satu persatu mendekati Rasulullah SAW dan mengajukan pinangan. Beliau menjawab dan menolak secara halus, “Aku sedang menunggu perintah Allah SWT dalam urusan ini.”

Terkadang beberapa orang datang dan mendesak beliau. Nabi SAW tidak menjawab dan memalingkan wajahnya yang mulia sampai orang itu mengerti jika Rasul SAW tidak menyukai tindakannya. Ketika Abu Bakar datang meminang, Rasul SAW menjawab, “Dia masih kecil dan aku menunggu kepastiannya.”[2] 

Saat bertemu Umar, Abu Bakar menceritakan kepadanya, kemudian ia berkata, “Beliau akan menolakmu.” Umar kemudian menemui Rasulullah SAW untuk meminang Fatimah, dan ditolak.

Saat itu Ali bin Abi Thalib berusia 21 atau 23 tahun, ia selalu bersungguh-sungguh dan sangat bertanggung jawab dalam tugas-tugasnya. Urusan pekerjaannya belum selesai ketika unta miliknya lepas sehingga ia harus pulang ke rumah dan mengikatnya. Kemudian ia bersiap menemui Rasulullah SAW di rumah Ummu Salamah. Ketika Ali sedang menyusuri jalan, malaikat Jibril turun dari langit dengan perintah Allah SWT untuk menikahkan Fatimah az-Zahra dan Ali bin Abi Thalib.

Seseorang mengetuk pintu rumah Ummu Salamah, ia pun bertanya, “Siapa di depan pintu?”

Lihat selengkapnya