Kemarin, Hari Ini dan Besok

Ariq Ramadhan Nurgaha
Chapter #1

Prolog

11 November 2001, pukul 22.23

Tik.. tik…. Rintikan hujan yang sedikit mengguyur sebuah rumah yang cukup besar, didepan rumah tersebut menggantung sebuah papan besi putih bertuliskan ‘Bidan Yasmin’. Dari luar tampak sebuah mobil tua yang terparkir bertatapan dengan kursi yang diduduki seorang pria tua dan bocah laki laki yang sangat gelisah dengan wajah yang terus menunjukkan rasa cemas takut. Dari arah pintu coklat yang menutup rapat bak menolak siapapun untuk masuk terdengar teriakan dan erangan kelelahan seorang wanita dan suara ibu ibu bersahutan.

“Yaa, begitu bu ayo, sedikit lagi.” Terdengar dari dalam pintu, ibu ibu tersebut berteriak secara lembut.

“Eeeehhh, Ngga sanggup buu.., saya udah ga sanggup.” wanita itu berteriak meneteskan air matanya dengan memegangi erat tangan pria yang tak tahu harus bagaimana, sang pria juga menangis melihat orang yang dia cintai menahan rasa sakit.

“Ibu jangan menyerah bu, kasihan bayinya buu” Ibu ibu yang terus berteriak hanya membuat wanita itu ingin mengakhiri penderitaannya.

Wajah yang sudah sangat pucat dan tenaga yang sudah habis membuatnya tidak sanggup melanjutkan persalinan yang sangat dramatis tersebut, ditemani hujaman air hujan bersusulan dengan air mata malam itu sungguh sangat mengerikan. Seorang ibu yang hanya terduduk lemas dan sang ayah memomong si sulung. Dikesunyian yang membuat runyam sudah tak terdengar teriakan ibu ibu dan wanita tadi, hanya terdengar suara hujan yang memukul mukul genting rumah bidan yang semakin kencang, bukanlah hal baik dalam persalinan ketika semuanya hening tak bersuara, justru membuat seluruh orang yang ada semakin panik, wanita tua yang terduduk tersebut terperenjat setelah dia tidak mendengar apapun, hanya keheningan ruangan dan sahutan air hujan. Sang ibu yang memaksa masuk kedalam menemukan bayi laki laki dengan berat 3 kilogram terdiam tak bersuara, tak hanya bayi, sang ibu yang tergolek lemas sudah tak bersuara, membuat sang bidan panik melihatnya.

“Bidan??.. anak saya?” Ibu tua tersebut berdiri dalam keadaan kacau balau menatap putrinya yang terbaring lemas menutup mata

“Bu.., bu Dian?” Bidan membangunkan sang wanita dengan suara dan tangannya.

“Dii?, dian? Bangun di!” Sang suami ikut mengguncang kesadaran Dian yang tak kunjung kembali.

Dalam kelamnya malam dan dinginnya perasaan dan hati, orang orang yang menunggu menjadi kelabu dan tak tahu harus bagaimana, rasa khawatir mereka larut bersama tangisan yang pecah membelah malam yang terasa sangat berat tersebut.

Selasa 13 November 2001, 18.45

Lihat selengkapnya